Sebut saja namaku Etty (bukan yang sebenarnya), waktu itu aku masih sekolah di sebuah SMA swasta. Penampilanku bisa dibilang lumayan, kulit yang putih kekuningan, bentuk tubuh yang langsing tetapi padat berisi, kaki yang langsing dari paha sampai tungkai, bibir yang cukup sensual, rambut hitam lebat terurai dan wajah yang oval. Payudara dan pantatkupun mempunyai bentuk yang bisa dibilang lumayan.
Dalam bergaul aku cukup ramah sehingga tidak mengherankan bila di sekolah aku mempunyai banyak teman baik anak-anak kelas II sendiri atau kelas I, aku sendiri waktu itu masih kelas II. Laki-laki dan perempuan semua senang bergaul denganku. Di kelaspun aku termasuk salah satu murid yang mempunyai kepandaian cukup baik, ranking 6 dari 10 murid terbaik saat kenaikan dari kelas I ke kelas II.
Karena kepandaianku bergaul dan pandai berteman tidak jarang pula para guru senang padaku dalam arti kata bisa diajak berdiskusi soal pelajaran dan pengetahuan umum yang lain. Salah satu guru yang aku sukai adalah bapak guru bahasa Inggris, orangnya ganteng dengan bekas cukuran brewok yang aduhai di sekeliling wajahnya, cukup tinggi (agak lebih tinggi sedikit dari pada aku) dan ramping tetapi cukup kekar. Dia memang masih bujangan dan yang aku dengar-dengar usianya baru 27 tahun, termasuk masih bujangan yang sangat ting-ting untuk ukuran zaman sekarang.
Suatu hari setelah selesai pelajaran olah raga (volley ball merupakan favoritku) aku duduk-duduk istirahat di kantin bersama teman-temanku yang lain, termasuk cowok-cowoknya, sembari minum es sirup dan makan makanan kecil. Kita yang cewek-cewek masih menggunakan pakaian olah raga yaitu baju kaos dan celana pendek. Memang di situ cewek-ceweknya terlihat seksi karena kelihatan pahanya termasuk pahaku yang cukup indah dan putih.
Tiba-tiba muncul bapak guru bahasa Inggris tersebut, sebut saja namanya Freddy (bukan sebenarnya) dan kita semua bilang, “Selamat pagi Paa..aak”, dan dia membalas sembari tersenyum.
“Ya, pagi semua. Wah, kalian capek ya, habis main volley”.
Aku menjawab, “Iya nih Pak, lagi kepanasan. Selesai ngajar, ya Pak”. “Iya, nanti jam setengah dua belas saya ngajar lagi, sekarang mau ngaso dulu”.
Aku dan teman-teman mengajak, “Di sini aja Pak, kita ngobrol-ngobrol”, dia setuju.
“OK, boleh-boleh aja kalau kalian tidak keberatan”!
Aku dan teman-teman bilang, “Tidak, Pak.”, lalu aku menimpali lagi, “Sekali-sekali, donk, Pak kita dijajanin”, lalu teman-teman yang lain, “Naa..aa, betuu..uul. Setujuu..”.
Ketika Pak Freddy mengambil posisi untuk duduk langsung aku mendekat karena memang aku senang akan kegantengannya dan kontan teman-teman ngatain aku.
“Alaa.., Etty, langsung deh, deket-deket, jangan mau Pak”.
Pak Freddy menjawab, “Ah! Ya, ndak apa-apa”.
Kemudian sengaja aku menggoda sedikit pandangannya dengan menaikkan salah satu kakiku seolah akan membetulkan sepatu olah ragaku dan karena masih menggunakan celana pendek, jelas terlihat keindahan pahaku. Tampak Pak Freddy tersenyum dan aku berpura-pura minta maaf.
“Sorry, ya Pak”.
Dia menjawab, “That’s OK”. Di dalam hati aku tertawa karena sudah bisa mempengaruhi pandangan Pak Freddy.
Di suatu hari Minggu aku berniat pergi ke rumah Pak Freddy dan pamit kepada Mama dan Papa untuk main ke rumah teman dan pulang agak sore dengan alasan mau mengerjakan PR bersama-sama. Secara kebetulan pula Mama dan papaku mengizinkan begitu saja. Hari ini memang hari yang paling bersejarah dalam hidupku. Ketika tiba di rumah Pak Freddy, dia baru selesai mandi dan kaget melihat kedatanganku.
“Eeeh, kamu Et. Tumben, ada apa, kok datang sendirian?”.
Aku menjawab, “Ah, nggak iseng aja. Sekedar mau tahu aja rumah bapak”.
Lalu dia mengajak masuk ke dalam, “Ooo, begitu. Ayolah masuk. Maaf rumah saya kecil beg***** Tunggu, ya, saya paké baju dulu”. Memang tampak Pak Freddy hanya mengenakan handuk saja. Tak lama kemudian dia keluar dan bertanya sekali lagi tentang keperluanku. Aku sekedar menjelaskan, “Cuma mau tanya pelajaran, Pak. Kok sepi banget Pak, rumahnya”.
Dia tersenyum, “Saya kost di s***** Sendirian.”
Selanjutnya kita berdua diskusi soal bahasa Inggris sampai tiba waktu makan siang dan Pak Freddy tanya, “Udah laper, Et?”.
Aku jawab, “Lumayan, Pak”.
Lalu dia berdiri dari duduknya, “Kamu tunggu sebentar ya, di rumah. Saya mau ke warung di ujung jalan situ. Mau beli nasi goreng. Kamu mau kan?”.
Langsung kujawab, “Ok-ok aja, Pak.”.
Sewaktu Pak Freddy pergi, aku di rumahnya sendirian dan aku jalan-jalan sampai ke ruang makan dan dapurnya. Karena bujangan, dapurnya hanya terisi seadanya saja. Tetapi tanpa disengaja aku melihat kamar Pak Freddy pintunya terbuka dan aku masuk saja ke dalam. Kulihat koleksi bacaan berbahasa Inggris di rak dan meja tulisnya, dari mulai majalah sampai buku, hampir semuanya dari luar negeri dan ternyata ada majalah porno dari luar negeri dan langsung kubuka-buka. Aduh! Gambar-gambarnya bukan main. Cowok dan cewek yang sedang bersetubuh dengan berbagai posisi dan entah kenapa yang paling menarik bagiku adalah gambar di mana cowok dengan asyiknya menjilati vagina cewek dan cewek sedang mengisap penis cowok yang besar, panjang dan kekar.
Tidak disangka-sangka suara Pak Freddy tiba-tiba terdengar di belakangku, “Lho!! Ngapain di situ, Et. Ayo kita makan, nanti keburu dingin nasinya”.
Astaga! Betapa kagetnya aku sembari menoleh ke arahnya tetapi tampak wajahnya biasa-biasa saja. Majalah segera kulemparkan ke atas tempat tidurnya dan aku segera keluar dengan berkata tergagap-gagap, “Ti..ti..tidak, eh, eng..ggak ngapa-ngapain, kok, Pak. Maa..aa..aaf, ya, Pak”.
Pak Freddy hanya tersenyum saja, “Ya. Udah tidak apa-apa. Kamar saya berantakan. tidak baik untuk dilihat-lihat. Kita makan aja, yuk”.
Syukurlah Pak Freddy tidak marah dan membentak, hatiku serasa tenang kembali tetapi rasa malu belum bisa hilang dengan segera.
Pada saat makan aku bertanya, “Koleksi bacaannya banyak banget Pak. Emang sempat dibaca semua, ya Pak?”.
Dia menjawab sambil memasukan sesendok penuh nasi goreng ke mulutnya, “Yaa..aah, belum semua. Lumayan buat iseng-iseng”.
Lalu aku memancing, “Kok, tadi ada yang begituan”.
Dia bertanya lagi, “Yang begituan yang mana”.
Aku bertanya dengan agak malu dan tersenyum, “Emm.., Ya, yang begituan, tuh. Emm.., Majalah jorok”.
Kemudian dia tertawa, “Oh, yang itu, toh. Itu dulu oleh-oleh dari teman saya waktu dia ke Eropa”.
Selesai makan kita ke ruang depan lagi dan kebetulan sekali Pak Freddy menawarkan aku untuk melihat-lihat koleksi bacaannya.
Lalu dia menawarkan diri, “Kalau kamu serius, kita ke kamar, yuk”.
Akupun langsung beranjak ke sana. Aku segera ke kamarnya dan kuambil lagi majalah porno yang tergeletak di atas tempat tidurnya.
Begitu tiba di dalam kamar, Pak Freddy bertanya lagi, “Betul kamu tidak malu?”, aku hanya menggelengkan kepala saja. Mulai saat itu juga Pak Freddy dengan santai membuka celana jeans-nya dan terlihat olehku sesuatu yang besar di dalamnya, kemudian dia menindihkan dadanya dan terus semakin kuat sehingga menyentuh vaginaku. Aku ingin merintih tetapi kutahan.
Pak Freddy bertanya lagi, “Sakit, Et”. Aku hanya menggeleng, entah kenapa sejak itu aku mulai pasrah dan mulutkupun terkunci sama sekali. Semakin lama jilatan Pak Freddy semakin berani dan menggila. Rupanya dia sudah betul-betul terbius nafsu dan tidak ingat lagi akan kehormatannya sebagai Seorang Guru. Aku hanya bisa mendesah”, aa.., aahh, Hemm.., uu.., uuh”.
Akhirnya aku lemas dan kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Pak Freddy pun naik dan bertanya.
“Enak, Et?”
“Lumayan, Pak”.
Tanpa bertanya lagi langsung Pak Freddy mencium mulutku dengan ganasnya, begitupun aku melayaninya dengan nafsu sembari salah satu tanganku mengelus-elus penis yang perkasa itu. Terasa keras sekali dan rupanya sudah berdiri sempurna. Mulutnya mulai mengulum kedua puting payudaraku. Praktis kami berdua sudah tidak berbicara lagi, semuanya sudah mutlak terbius nafsu birahi yang buta. Pak Freddy berhenti merangsangku dan mengambil majalah porno yang masih tergeletak di atas tempat tidur dan bertanya kepadaku sembari salah satu tangannya menunjuk gambar cowok memasukkan penisnya ke dalam vagina seorang cewek yang tampak pasrah di bawahnya.
“Boleh saya seperti ini, Et?”.
Aku tidak menjawab dan hanya mengedipkan kedua mataku perlahan. Mungkin Pak Freddy menganggap aku setuju dan langsung dia mengangkangkan kedua kakiku lebar-lebar dan duduk di hadapan vaginaku. Tangan kirinya berusaha membuka belahan vaginaku yang rapat, sedangkan tangan kanannya menggenggam penisnya dan mengarahkan ke vaginaku.
Kelihatan Pak Freddy agak susah untuk memasukan penisnya ke dalam vaginaku yang masih rapat, dan aku merasa agak kesakitan karena mungkin otot-otot sekitar vaginaku masih kaku. Pak Freddy memperingatkan, “Tahan sakitnya, ya, Et”. Aku tidak menjawab karena menahan terus rasa sakit dan, “Akhh.., bukan main perihnya ketika batang penis Pak Freddy sudah mulai masuk, aku hanya meringis tetapi Pak Freddy tampaknya sudah tak peduli lagi, ditekannya terus penisnya sampai masuk semua dan langsung dia menidurkan tubuhnya di atas tubuhku. Kedua payudaraku agak tertekan tetapi terasa nikmat dan cukup untuk mengimbangi rasa perih di vaginaku.
Semakin lama rasa perih berubah ke rasa nikmat sejalan dengan gerakan penis Pak Freddy mengocok vaginaku. Aku terengah-engah, “Hah, hah, hah,..”. Pelukan kedua tangan Pak Freddy semakin erat ke tubuhku dan spontan pula kedua tanganku memeluk dirinya dan mengelus-elus punggungnya. Semakin lama gerakan penis Pak Freddy semakin memberi rasa nikmat dan terasa di dalam vaginaku menggeliat-geliat dan berputar-putar.
Sekarang rintihanku adalah rintihan kenikmatan. Pak Freddy kemudian agak mengangkatkan badannya dan tanganku ditelentangkan oleh kedua tangannya dan telapaknya mendekap kedua telapak tanganku dan menekan dengan keras ke atas kasur dan ouwww.., Pak Freddy semakin memperkuat dan mempercepat kocokan penisnya dan di wajahnya kulihat raut yang gemas. Semakin kuat dan terus semakin kuat sehingga tubuhku bergerinjal dan kepalaku menggeleng ke sana ke mari dan akhirnya Pak Freddy agak merintih bersamaan dengan rasa cairan hangat di dalam vaginaku. Rupanya air maninya sudah keluar dan segera dia mengeluarkan penisnya dan merebahkan tubuhnya di sebelahku dan tampak dia masih terengah-engah.
Setelah semuanya tenang dia bertanya padaku, “Gimana, Et? Kamu tidak apa-apa? Maaf, ya”.
Sembari tersenyum aku menjawab dengan lirih, “tidak apa-apa. Agak sakit Pak. Saya baru pertama ini”.
Dia berkata lagi, “Sama, saya juga”.
Kemudian aku agak tersenyum dan tertidur karena memang aku lelah, tetapi aku tidak tahu apakah Pak Freddy juga tertidur.
Sekitar pukul 17:00 aku dibangunkan oleh Pak Freddy dan rupanya sewaktu aku tidur dia menutupi sekujur tubuhku dengan selimut. Tampak olehku Pak Freddy hanya menggunakan handuk dan berkata, “Kita mandi, yuk. Kamu harus pulang kan?”.
Badanku masih agak lemas ketika bangun dan dengan tetap dalam keadaan telanjang bulat aku masuk ke kamar mandi. Kemudian Pak Freddy masuk membawakan handuk khusus untukku. Di situlah kami berdua saling bergantian membersihkan tubuh dan akupun tak canggung lagi ketika Pak Freddy menyabuni vaginaku yang memang di sekitarnya ada sedikit bercak-bercak darah yang mungkin luka dari selaput daraku yang robek. Begitu juga aku, tidak merasa jijik lagi memegang-megang dan membersihkan penisnya yang perkasa itu.
Setelah semua selesai, Pak Freddy membuatkan aku teh manis panas secangkir. Terasa nikmat sekali dan terasa tubuhku menjadi segar kembali. Sekitar jam 17:45 aku pamit untuk pulang dan Pak Freddy memberi ciuman yang cukup mesra di bibirku. Ketika aku mengemudikan mobilku, terbayang bagaimana keadaan Papa dan Mama dan nama baik sekolah bila kejadian yang menurutku paling bersejarah tadi ketahuan. Tetapi aku cuek saja, kuanggap ini sebagai pengalaman saja.
Semenjak itulah, bila ada waktu luang aku bertandang ke rumah Pak Freddy untuk menikmati keperkasaannya dan aku bersyukur pula bahwa rahasia tersebut tak pernah sampai bocor. Sampai sekarangpun aku masih tetap menikmati genjotan Pak Freddy walaupun aku sudah menjadi mahasiswa, dan seolah-olah kami berdua sudah pacaran. Pernah Pak Freddy menawarkan padaku untuk mengawiniku bila aku sudah selesai kuliah nanti, tetapi aku belum pernah menjawab. Yang penting bagiku sekarang adalah menikmati dulu keganasan dan keperkasaan penis guru bahasa Inggrisku itu.
Sabtu, 03 September 2011
Perawan ku direnggut Guruku
Diposting oleh HaRy vanhoutten di 15.53 0 komentar
Nikmat Juga Diperkosa
Namaku Winie, umurku sudah 35 tahun dengan dua orang anak yang sudah beranjak dewasa. Waktu menikah umurku masih 19 tahun dan sekarang anakku yang paling tua sudah berumur 15 tahun sedang yang bungsu berumur 13 tahun. Kedua anakku disekolahkan di luar negeri semua sehingga di rumah hanya aku dan suami serta dua orang pembantu yang hanya bekerja untuk membersihkan perabot rumah serta kebun, sementara menjelang senja mereka pulang.
Suamiku sebagai seorang usahawan memiliki beberapa usaha di dalam dan luar negri. Kesibukannya membuat suamiku selalu jarang berada di rumah. Bila suamiku berada di rumah hanya untuk istirahat dan tidur sedang pagi-pagi sekali dia sudah kembali leyap dalam pandangan mataku. Hari-hariku sebelum anakku yang bungsu menyusul kakaknya yang sudah lebih dulu menuntut ilmu di luar negeri terasa menyenangkan karena ada saja yang dapat kukerjakan, entah itu untuk mengantarkannya ke sekolah ataupun membantunya dalam pelajaran. Namun semenjak tiga bulan setelah anakku berada di luar negeri hari-hariku terasa sepi dan membosankan. Terlebih lagi bila suamiku sedang pergi dengan urusan bisnisnya yang berada di luar negeri, bisa meninggalkan aku sampai 2 mingguan lamanya.
Aku tidak pernah ikut campur urusan bisnisnya itu sehingga hari-hariku kuisi dengan jalan-jalan ke mall ataupun pergi ke salon dan terkadang melakukan senam. Sampai suatu hari kesepianku berubah total karena supirku. Suatu hari setibanya di rumah dari tempatku senam supirku tanpa kuduga memperkosaku.
Seperti biasanya begitu aku tiba di dalam rumah, aku langsung membuka pintu mobil dan langsung masuk ke dalam rumah dan melangkahkan kakiku menaiki anak tangga yang melingkar menuju lantai dua dimana kamar utama berada. Begitu kubuka pintu kamar, aku langsung melemparkan tasku ke bangku yang ada di dekat pintu masuk dan aku langsung melepas pakaian senamku yang berwarna hitam hingga tinggal BH dan celana dalam saja yang masih melekat pada tubuhku. Saat aku berjalan hendak memasuki ruang kamar mandi aku melewati tempat rias kaca milikku. Sesaat aku melihat tubuhku ke cermin dan melihat tubuhku sendiri, kulihat betisku yang masih kencang dan berbentuk mirip perut padi, lalu mataku mulai beralih melihat pinggulku yang besar seperti bentuk gitar dengan pinggang yang kecil kemudian aku menyampingkan tubuhku hingga pantatku terlihat masih menonjol dengan kencangnya.
Kemudian kuperhatikan bagian atas tubuhku, buah dadaku yang masih diselimuti BH terlihat jelas lipatan bagian tengah, terlihat cukup padat berisi serta, “Ouh.. ngapain kamu di sini!” sedikit terkejut ketika aku sedang asyik-asyiknya memandangi kemolekan tubuhku sendiri tiba-tiba saja kulihat dari cermin ada kepalanya supirku yang rupanya sedang berdiri di bibir pintu kamarku yang tadi lupa kututup.
“Jangan ngeliatin.. sana cepet keluar!” bentakku dengan marah sambil menutupi bagian tubuhku yang terbuka.
Tetapi supirku bukannya mematuhi perintahku malah kakinya melangkah maju satu demi satu masuk kedalam kamar tidurku.
“Aris.. Saya sudah bilang cepat keluar!” bentakku lagi dengan mata melotot.
“silakan ibu teriak sekuatnya, hujan di luar akan melenyapkan suara ibu!” ucapnya dengan matanya menatap tajam padaku.
Sepintas kulihat celah jendela yang berada di sampingku dan ternyata memang hujan sedang turun dengan lebat, memang ruang kamar tidurku cukup rapat jendela-jendelanya hingga hujan turun pun takkan terdengar hanya saja di luar sana kulihat dedaunan dan ranting pohon bergoyang tertiup angin kesana kemari.
Detik demi detik tubuh supirku semakin dekat dan terus melangkah menghampiriku. Terasa jantungku semakin berdetak kencang dan tubuhku semakin menggigil karenanya. Aku pun mulai mundur teratur selangkah demi selangkah, aku tidak tahu harus berbuat apa saat itu sampai akhirnya kakiku terpojok oleh bibir ranjang tidurku.
“Mas.. jangan!” kataku dengan suara gemetar.
“Hua.. ha.. ha.. ha..!” suara tawa supirku saat melihatku mulai kepepet.
“Jangan..!” jeritku, begitu supirku yang sudah berjarak satu meteran dariku menerjang tubuhku hingga tubuhku langsung terpental jatuh di atas ranjang dan dalam beberapa detik kemudian tubuh supirku langsung menyusul jatuh menindih tubuhku yang telentang.
Aku terus berusaha meronta saat supirku mulai menggerayangi tubuhku dalam himpitannya. Perlawananku yang terus-menerus dengan menggunakan kedua tangan dan kedua kakiku untuk menendang-nendangnya terus membuat supirku juga kewalahan hingga sulit untuk berusaha menciumi aku sampai aku berhasil lepas dari himpitan tubuhnya yang besar dan kekar itu. Begitu aku mendapat kesempatan untuk mundur dan menjauh dengan membalikkan tubuhku dan berusaha merangkak namun aku masih kalah cepat dengannya, supirku berhasil menangkap celana dalamku sambil menariknya hingga tubuhku pun jatuh terseret ke pinggir ranjang kembali dan celana dalam putihku tertarik hingga bongkahan pantatku terbuka. Namun aku terus berusaha kembali merangkak ke tengah ranjang untuk menjauhinya. Lagi-lagi aku kalah cepat dengan supirku, dia berhasil menangkap tubuhku kembali namun belum sempat aku bangkit dan berusaha merangkak lagi, tiba-tiba saja pinggulku terasa kejatuhan benda berat hingga tidak dapat bergerak lagi.
“Aris.. Jangan.. jangan.. mas..” kataku berulang-ulang sambil terisak nangis.
Rupanya supirku sudah kesurupan dan lupa siapa yang sedang ditindihnya. Setelah melihat tubuhku yang sudah mulai kecapaian dan kehabisan tenaga lalu supirku dengan sigapnya menggenggam lengan kananku dan menelikungnya kebelakan tubuhku begitu pula lengan kiriku yang kemudian dia mengikat kedua tanganku kuat-kuat, entah dengan apa dia mengikatnya. Setelah itu tubuhnya yang masih berada di atas tubuhku berputar menghadap kakiku. Kurasakan betis kananku digenggamnya kuat-kuat lalu ditariknya hingga menekuk. Lalu kurasakan pergelangan kaki kananku dililitnya dengan tali. Setelah itu kaki kiriku yang mendapat giliran diikatkannya bersama dengan kaki kananku.
“Saya ingin mencicipi ibu..” bisiknya dekat telingaku.
“Sejak pertama kali saya melamar jadi supir ibu, saya sudah menginginkan mendapatkan kesempatan seperti sekarang ini.” katanya lagi dengan suara nafas yang sudah memburu.
“Tapi saya majikan kamu Ris..” kataku mencoba mengingatkan.
“Memang betul bu.. tapi itu waktu jam kerja, sekarang sudah pukul 7 malam berarti saya sudah bebas tugas..” balasnya sambil melepas ikatan tali BH yang kukenakan.
“Hhh mm uuhh,” desah nafasnya memenuhi telingaku.
“Tapi malam ini Bu Winie harus mau melayani saya,” katanya sambil terus mendengus-denguskan hidungnya di seputar telingaku hingga tubuhku merinding dan geli.
Setelah supirku melepas pakaiannya sendiri lalu tubuhku dibaliknya hingga telentang. Aku dapat melihat tubuh polosnya itu. Tidak lama kemudian supirku menarik kakiku sampai pahaku melekat pada perutku lalu mengikatkan tali lagi pada perutku. Tubuhku kemudian digendongnya dan dibawanya ke pojok bagian kepala ranjang lalu dipangkunya di atas kedua kaki yang diselonjorkan, mirip anak perempuan yang tubuhnya sedang dipeluk ayahnya. Tangan kirinya menahan pundakku sehingga kepalaku bersandar pada dadanya yang bidang dan terlihat otot dadanya berbentuk dan kencang sedangkan tangan kanannya meremasi kulit pinggul, pahaku dan pantatku yang kencang dan putih bersih itu.
“Aris.. jangan Ris.. jangan!” ucapku berulang-ulang dengan nada terbata-bata mencoba mengingatkan pikirannya.
Namun Aris, supirku tidak memperdulikan perkataanku sebaliknya dengan senyum penuh nafsu terus saja meraba-raba pahaku.
“Ouh.. zzt.. Euh..” desisku panjang dengan tubuh menegang menahan geli serta seperti terkena setrum saat kurasakan tangannya melintasi belahan kedua pahaku.
Apalagi telapak dan jemari tangannya berhenti tepat di tengah-tengah lipatan pahaku.
“Mass.. Eee” rintihku lebih panjang lagi dengan bergetar sambil memejapkan mata ketika kurasakan jemarinya mulai mengusap-usap belahan bibir vaginaku. Tangan Mas Aris terus menyentuh dan bergerak dari bawah ke atas lalu kembali turun lagi dan kembali ke atas lagi dengan perlahan sampai beberapa kali. Lalu mulai sedikit menekan hingga ujung telunjuknya tenggelam dalam lipatan bibir vaginaku yang mulai terasa berdenyut-denyut, gatal dan geli.
Tangannya yang terus meraba dan menggelitik-gelitik bagian dalam bibir vaginaku membuat birahiku jadi naik dengan cepatnya, apalagi sudah cukup lama tubuhku tidak pernah mendapatkan kehangatan lagi dari suamiku yang selalu sibuk dan sibuk. Entah siapa yang memulai duluan saat pikiranku sedang melayang kurasakan bibirku sudah beradu dengan bibirnya saling berpagut mesra, menjilat, mengecup, menghisap liur yang keluar dari dalam mulut masing-masing.
“Ouh.. Winie.. wajahmu cukup merangsang sekali Winie..!” ucapnya dengan nafasnya yang semakin memburu itu.
Setelah berkata begitu tubuhku ditarik hingga buah dadaku yang menantang itu tepat pada mukanya dan kemudian, “Ouh.. mas..” rintihku panjang dengan kepala menengadah kebelakan menahan geli bercampur nikmat yang tiada henti setelah mulutnya dengan langsung memagut buah dadaku yang ranum itu. Kurasakan mulutnya menyedot, memagut, bahkan menggigit-gigit kecil punting susuku sambil sekali-kali menarik-narik dengan giginya.
Entah mengapa perasaanku saat itu seperti takut, ngeri bahkan sebal bercampur aduk di dalam hati, namun ada perasaan nikmat yang luar biasa sekali seakan-akan ada sesuatu yang pernah lama hilang kini kembali datang merasuki tubuhku yang sedang dalam keadaan tidak berdaya dan pasrah. “Bruk..” tiba-tiba tangan Mas Aris melepaskan tubuhku yang sedang asyik-asyiknya aku menikmati sedalam-dalamnya tubuhku yang sedang melambung dan melayang-layang itu hingga tubuhku terjatuh di atas ranjang tidurku. Tidak berapa lama kemudian kurasakan bagian bibir vaginaku dilumat dengan buas seperti orang yang kelaparan. Mendapat serangan seperti itu tubuhku langsung menggelinjang-gelinjang dan rintihan serta erangan suaraku semakin meninggi menahan geli bercampur nikmat sampai-sampai kepalaku bergerak menggeleng ke kanan dan ke kiri berulang-ulang. Cukup lama mulutnya mencumbu dan melumati bibir vaginaku terlebih-lebih pada bagian atas lubang vaginaku yang paling sensitif itu.
“Aris.. sudah.. sudah.. ouh.. ampun Aar.. riss..” rintihku panjang dengan tubuh yang mengejang-ngejang menahan geli yang menggelitik bercampur nikmat yang luar biasa rasanya saat itu. Lalu kurasakan tangannya pun mulai rebutan dengan bibirnya. Kurasakan jarinya dicelup ke dalam lorong kecil kemaluanku dan mengorek-ngorek isi dalamnya.
“Ouh.. Ris..” desisku menikmati alur permainannya yang terus terang belum pernah kudapatkan bahkan dengan suamiku sendiri.
“Sabar Win.., saya suka sekali dengan lendirmu sayang!” suara supirku yang setengah bergumam sambil terus menjilat dan menghisap-hisap tanpa hentinya sampai beberapa menit lagi lamanya.
Setelah puas mulutnya bermain dan berkenalan dengan bibir kemaluanku yang montok itu si Aris lalu mendekati wajahku sambil meremas-remas buah dadaku yang ranum dan kenyal itu.
“Bu Winie.., saya entot sekarang ya.. sayang..” bisiknya lebih pelan lagi dengan nafas yang sudah mendesah-desah. “Eee..” pekikku begitu kurasakan di belahan pangkal pahaku ada benda yang cukup keras dan besar mendesak-desak setengah memaksa masuk belahan bibir vaginaku.
“Tenang sayang.. tenang.. dikit lagi.. dikit lagi..”
“Aah.. sak.. kiit..!” jeritku keras-keras menahan ngilu yang amat sangat sampai-sampai terasa duburku berdenyut-denyut menahan ngilunya. Akhirnya batang penis supirku tenggelam hingga dalam dibalut oleh lorong kemaluanku dan terhimpit oleh bibir vaginaku.
Beberapa saat lamanya, supirku dengan sengaja, penisnya hanya didiamkan saja tidak bergerak lalu beberapa saat lagi mulai terasa di dalam liang vaginaku penisnya ditarik keluar perlahan-lahan dan setelah itu didorong masuk lagi, juga dengan perlahan-lahan sekali seakan-akan ingin menikmati gesekan-gesekan pada dinding-dinding lorong yang rapat dan terasa bergerenjal-gerenjal itu. Makin lama gerakannya semakin cepat dan cepat sehingga tubuhku semakin berguncang dengan hebatnya sampai, “Ouhh..”
Tiba-tiba suara supirku dan suaraku sama-sama beradu nyaring sekali dan panjang lengkingannya dengan diikuti tubuhku yang kaku dan langsung lemas bagaikan tanpa tulang rasanya. Begitu pula dengan tubuh supirku yang langsung terhempas kesamping tubuhku.
“Sialan kamu Ris!” ucapku memecah kesunyian dengan nada geram.
Setelah beberapa lama aku melepas lelah dan nafasku sudah mulai tenang dan teratur kembali.
“Kamu gila Ris, kamu telah memperkosa istri majikanmu sendiri, tau!” ucapku lagi sambil memandang tubuhnya yang masih terkulai di samping sisiku.
“Bagaimana kalau aku hamil nanti?” ucapku lagi dengan nada kesal.
“Tenang Bu Winie.., saya masih punya pil anti hamil, Bu Winie.” ucapnya dengan tenang.
“Iya.. tapi kan udah telat!” balasku dengan sinis dan ketus.
“Tenang bu.. tenang.. setiap pagi ibu kan selalu minum air putih dan selama dua hari sebelumnya saya selalu mencampurkan dengan obatnya jadi Bu Winie enggak usah khawatir bakalan hamil bu,” ucapnya malah lebih tenang lagi.
“Ouh.. jadi kamu sudah merencanakannya, sialan kamu Ris..” ucapku dengan terkejut, ternyata diam-diam supirku sudah lama merencanakannya.
“Bagaimana Bu Winie..?”
“Bagaimana apanya? Sekarang kamu lepasin saya Ris..” kataku masih dengan nada kesal dan gemas.
“Maksudnya, tadi waktu di Entotin enak kan?” tanyanya lagi sambil membelai rambutku.
Wajahku langsung merah padam mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh supirku, namun dalam hati kecilku tidak dapat kupungkiri walaupun tadi dia sudah memperkosa dan menjatuhkan derajatku sebagai majikannya, namun aku sendiri turut menikmatinya bahkan aku sendiri merasakan organsime dua kali.
“Kok ngak dijawab sich!” tanya supirku lagi.
“Iya..iya, tapi sekarang lepasin talinya dong Aris!” kataku dengan menggerutu karena tanganku sudah pegal dan kaku.
“Nanti saja yach! Sekarang kita mandi dulu!” ucapnya sambil langsung menggendong tubuhku dan membawa ke kamar mandi yang berada di samping tempat ranjangku. Tubuhku yang masih lemah lunglai dengan kedua tangan dan kakiku yang masih terikat itu diletakkan di atas lantai keramik berwarna krem muda yang dingin tepat di bawah pancuran shower yang tergantung di dinding. Setelah itu supirku menyalakan lampu kamar mandiku dan menyalakan kran air hingga tubuhku basah oleh guyuran air dingin yang turun dari atas pancuran shower itu. Melihat tubuhku yang sudah basah dan terlihat mengkilat oleh pantulan lampu kamar mandi lalu Aris supirku berjongkok dekatku dan kemudian duduk di sampingku hingga tubuhnya pun turut basah oleh air yang turun dari atas.
Mata supirku yang memandangiku seperti terlihat lain dari biasanya, dia mulai mengusap rambutku yang basah ke belakang dengan penuh sayang seperti sedang menyayang seorang anak kecil. Lalu diambilnya sabun Lux cair yang ada di dalam botol dan menumpahkan pada tubuhku lalu dia mulai menggosok-gosok tubuhku dengan telapak tangannya. Pinggulku, perutku lalu naik ke atas lagi ke buah dadaku kiri dan kemudian ke buah dadaku yang kanan. Tangannya yang terasa kasar itu terus menggosok dan menggosok sambil bergerak berputar seperti sedang memoles mobil dengan cairan kits. Sesekali dia meremas dengan lembut buah dada dan punting susuku hingga aku merasa geli dibuatnya, lalu naik lagi di atas buah dadaku, pundakku, leherku lalu ke bahuku, kemudian turun lagi ke lenganku.
“Ah.. mas..” pekikku ketika tangannya kembali turun dan turun lagi hingga telapak tangannya menutup bibir vaginaku.
Kurasakan telapak tangannya menggosok-gosok bibir vaginaku naik turun dan kemudian membelah bibir vaginaku dengan jemari tangannya yang lincah dan cekatan dan kembali menggosok-gosokkannya hingga sabun Lux cair itu menjadi semakin berbusa.
Setelah memandikan tubuhku lalu dia pun membasuh tubuhnya sendiri sambil membiarkan tubuhku tetap bersandar di bawah pancuran shower. Usai membersihkan badan, supirku lalu menggendongku keluar kamar mandi dan menghempaskan tubuhku yang masih basah itu ke atas kasur tanpa melap tubuhku terlebih dahulu.
“Saya akan bawakan makanan ke sini yach!” ucapnya sambil supirku melilit handuk yang biasa kupakai kepinggangnya lalu ngeloyor ke luar kamarku tanpa sempat untuk aku berbicara. Sudah tiga tahun lebih aku tidak pernah merasakan kehangatan yang demikian memuncak, karena keegoisan suamiku yang selalu sibuk dengan pekerjaan. Memang dalam hal keuangan aku tidak pernah kekurangan. Apapun yang aku mau pasti kudapatkan, namun untuk urusan kewajiban suami terhadap istrinya sudah lama tidak kudapatkan lagi.
Entah mengapa perasaanku saat ini seperti ada rasa sedang, gembira atau.. entah apalah namanya. Yang pasti hatiku yang selama ini terasa berat dan bosan hilang begitu saja walaupun dalam hati kecilku juga merasa malu, benci, sebal dan kesal. Supirku cukup lama meninggalkan diriku sendirian, namun waktu kembali rupanya dia membawakan masakan nasi goreng dengan telor yang masih hangat serta segelas minuman kesukaanku. Lalu tubuhku disandarkan pada teralis ranjang.
“Biar saya yang suapin Bu Winie yach!” ucapnya sambil menyodorkan sesendok nasi goreng yang dibuatnya.
“Kamu yang masak Ris!” tanyaku ingin tahu.
“Iya, lalu siapa lagi yang masak kalau bukan saya, kan di rumah cuma tinggal kita berdua, si Wati kan udah saya suruh pulang duluan sebelum hujan tadi turun!” kata supirku.
“Ayo dicicipi!” katanya lagi.
Mulanya aku ragu untuk mencicipi nasi goreng buatannya, namun perutku yang memang sudah terasa lapar, akhirnya kumakan juga sesendok demi sesendok. Tidak kusangka nasi goreng buatannya cukup lumanyan juga rupanya. Tanpa terasa nasi goreng di piring dapat kuhabisi juga.
“Bolehkan saya memanggil Bu Winie dengan sebutan mbak?” tanyanya sambil membasuh mulutku dengan tissue.
“Boleh saja, memang kenapa?” tanyaku.
“Engga apa-apa, biar enak aja kedengaran di kupingnya.”
Kalau saya boleh manggil Mbak Winie, berarti Bu Winie eh.. salah maksudnya Mbak Winie, panggil saya Bang aja yach!” celetuknya meminta.
“Terserah kamu saja ” kataku.
“Sudah nggak capai lagi kan Mbak Winie!” sahut supirku.
“Memang kenapa!?” tanyaku.
“Masih kuatkan?” tanyanya lagi dengan senyum binal sambil mulai meraba-raba tubuhku kembali.
Aku tidak memberi jawaban lagi, hanya menunduk malu, tadi saja aku diperkosanya malah membuatku puas disetubuhinya apalagi untuk babak yang kedua kataku dalam hati. Sejujurnya aku tidak rela tubuhku diperkosanya namun aku tidak mampu untuk menolak permintaannya yang membuat tubuhku dapat melayang-layang di udara seperti dulu saat aku pertama kali menikah dengan suamiku.
Diposting oleh HaRy vanhoutten di 15.35 0 komentar
Pramugari
Aku lahir dari keluarga yang kaya, di Singapura. Usaha ayahku di bidang eksport/import makanan beku mengharuskanku untuk sering keluar negeri bertemu dengan klien.
Suatu waktu, aku harus terbang ke LA. Dan perjalanan selama 15 jam dari Singapura direct ke LA sangatlah panjang dan membosankan. Aku sudah menonton tiga film, makan dua kali dan masih ada sisa 7 jam perjalanan.
Karena aku duduk di bussiness class di upper deck, aku bisa leluasa turun ke lower deck. Karena dua-duanya adalah zone Bussiness Class. Sekitar lima menit, aku melihat pemandangan awan dari jendela kecil.
" Excuse me, sir..."
sebuah suara halus menyapaku dengan ramah. Ternyata seorang pramugari muda berwajah manis sedang tersenyum padaku.
" Are you from upper deck? "
Aku mengangguk, " Yeah..why? " aku mengintip name tag di dadanya.
Yuliana Sastri...wah nama indonesia nih !
" I am just checking to see whether you need anything, because you have been looking out for quiet a long time..." jawabnya dengan sopan.
" Dari Indonesia ya kamu? " todongku.
" Lho..iya ! Bapak dari Indo juga? " tanya lagi.
" Uh kok Bapak sih...belum juga tua, kok dipanggil Bapak..panggil nama aja...aku Joe.."
" Oh..saya Lia... Bapak eh...kamu mau ke LA ya? "
kemudian kami ngobrol ngalor ngidul selama tigapuluh menit.
Ia sudah tinggal di luar negeri selama lebih dari empat tahun. Aslinya dari Bandung. Umurnya baru 23. Belum punya pacar katanya.
Kami ngobrol sambil berdiri, lalu tiba-tiba seorang pramugari lain menghampirinya dan sementara mereka mengobrol, aku mengambil segelas wine yang disiapkan di galley (dapur) mereka.
" Yah....aku ditinggal sendiri deh, hehe..." katanya setelah temannya pergi.
" Lho, kenapa? "
" Jam istirahat...tadi aku uda istirahat 3 jam...dan habis ini giliran shift kedua istirahat. mestinya berdua-berdua, tapi supervisorku katanya migraine jadi dia istirahat di first class. Mungkin 2 jam lagi baru balik. Untung aja gak penuh..."
" Oh..gitu..ya..gapapa deh..aku temani..aku bosen banget dari tadi di atas...sebelahku oom gendut yg ngorok melulu lagi..."
Lia tertawa. Manis sekali wajahnya kalau tertawa. Dan aku mulai meneliti tubuhnya. Sekitar 165 cm, berat badannya mungkin 55 dan kulitnya putih sekali seperti orang Jepang.
" Kamu beneran nih belum punya cowok?" tanyaku iseng.
" Lagi ga ada..soalnya cowok terakhir membosankan banget. Dia ga fun dan old fashion.."
Lalu ia mulai bercerita tentang mantannya yang masih menganut adat kuno, yang ga suka clubbing, pesta, minum dan tentu saja seks.
Wajahnya memerah ketika ia bercerita.
" Maaf ya, aku kok jadi cerita kayak gini..hihi...habis memang mantanku itu orangnya aneh. Atau mungkin dia ga tertarik sama aku ya...mungkin aku terlalu jelek ya.." katanya menerawang.
" Gak, kok..kamu cantik banget...dan...." aku menatap matanya, " seksi...bodi kamu seksi banget. Daritadi aku membayangkan bodi kamu di balik seragam itu.." tambahku dengan berani. Mungkin aku mulai mabuk karena dua gelas white wine.
" Masa? Kamu boong ya...Joe..aku kan ga seksi. Toketku aja cuma 34B, hmmm ga seksi sama sekali deh..."
Aku menatapnya dengan penuh napsu. 34B, boleh juga...
" Kalau kamu kasi aku liat, aku mungkin bisa menilai apa bodi kamu seksi beneran atau gak..." tantangku.
Lia tampak terkejut. Tapi ia lalu melihat ke kiri ke kanan, sekeliling kami agak gelap karena semua penumpang kelas bisnis nampaknya tengah terlelap. Ia tersenyum padaku ," Beneran nih? "
" Sumpah..."
Lalu Lia memberi isyarat agar aku mengikutinya. Ia lalu mulai berjalan ke arah toilet untuk orang handicapped, yang lebih luas daripada toilet biasa. Ia menarikku masuk dan mengunci pintunya dari luar. Di dalam toilet ternyata lebih bising daripada di luar, mungkin karena suara mesin.
Aku langsung membuka seragam pramugarinya yang bagian atas.
Dan tampaklah dadanya yang indah menantang. Ia memakai bra seksi tanpa busa berwarna hitam, putingnya tampak tegang dari balik bra itu.
" Lia...kamu seksi banget.." desisku sambil lebih mendekatinya, dan langsung mencium bibirnya yang ranum berlipstick pink. Lia membalas ciumanku dengan penuh gairah, dan aku mendorong tubuhnya ke dinding toilet.
Tanganku membekap dadanya dan memainkan putingnya dari luar bra nya. Lia mendesah pelan. Ia menciumku makin dalam.
Aku lalu berusaha menarik roknya sampai lepas, dan kini tampaklah tubuh ramping seksinya. Tinggalah celana dalam dan bra berwarna hitam transparan serta sepatu hak tingginya. Ia tampak amat seksi.
" God, u re so sexy, baby..." bisikku di telinganya.
Lalu tanganku langsung sibuk membuka kaitan bra nya, dan menciumi lehernya yang indah.Lia mulai meraba bagian depan celana jeansku, dan tampak senang menyentuh bagian itu sudah tegang.
Setelah branya lepas, aku langsung menciumi seluruh payudaranya. Kujilati putingnya yang mengeras dan ia melenguh nikmat. Aku ingat, pacarku paling suka kalau aku berlama-lama di putingnya. Tapi kali ini tidak ada waktu, karena siapa saja bisa mengetuk pintu toilet, dan itu membuatku bergairah.
Lia mulai berusaha membuka ikat pinggangku, dan kemudian melorotkan celanaku sampai ke lantai. Ia menyentuh jalan tolku yang keras dari balik boxer kainku, dan mengusap biji pelirku.
Kunaikan tubuh Lia ke westafel dan kubuka celana dalamnya. Kuciumi perutnya dan kubuka pahanya.
Bulu kemaluannya rapi sekali. Mungkin ia suka bikini waxing seperti cewek-cewek di luar pada umumnya. Kujilati tempenya dengan nikmat, sudah sangat basah sekali. ia mengelinjang dan kulihat dari cermin, ia meraba putingnya sendiri, dan memilin-milinnya dengan kuat. Mungkin memang benar dia terlalu hyper, makanya mantannya bosan.
Kumasukan dua jari tanganku ke dalam tempenya, dan ia menjerit tertahan. Ia tersenyum padaku, tampak sangat menyukai apa yg kulakukan. Jari telunjuk dan tengahku menyolok-nyolok ke dalam liangnya, dan jempolku meraba-raba kasar klitorisnya. Ia makin membuka pahanya, membiarkan aku melakukan dengan leluasa.
Semakin aku cepat menggosok klitorisnya, semakin keras desahannya. Sampai-sampai aku khawatir akan ada orang yg mendengar dari luar.
Lalu tiba-tiba ia meraih kepalaku, dan seperti menyuruhku menjilati tempenya.
" Ahhh...ahhh....I'm gonna come...Arghhhh..uhhh....yes....yes...baby...." ia mendesah-desah girang ketika lidahku menekan klitorisnya kuat2. Dan jari-jariku makin mengocok tempenya.
Semenit kemudian, Lia benar-benar orgasme, dan membuat mulutku basah kuyub dengan cairannya. Ia tersenyum lalu mengambil jari2ku yang basah dan menjilatinya sendiri dengan nikmat.
Ia lalu mendorongku duduk di atas toilet yg tertutup, dan mencopot boxerku dengan cepat. Ia duduk bersimpuh dan mengulum jalan tolku yang belum tegak benar. Jari-jarinya dengan lihay mengusap-ngusap bijiku dan sesekali menjilatnya. Baru sebentar saja, aku merasa akan keluar. Jilatan dan isapannya sangat kuat, memberikan sensasi aneh antara ngilu dan nikmat. Lia melepaskan pagutannya, dan langsung duduk di atas pangkuanku.
Ia bergerak- gerak sendiri mengocok jalan tolku dengan penuh gairah. Dadanya naik turun dengan cepat, dan sesekali kucubit putingnya dengan keras. Ia tampak sangat menyukai sedikit kekerasan. Maka dari itu, aku memutuskan untuk berdiri dan mengangkat tubuhnya sehingga sekarang posisiku berdiri, dengan kakinya melingkar di pinggangku.
Kupegang pantatnya yang berisi dan mulai kukocok dengan kasar. Lia tampak sangat menyukainya. Ia mendesah-desah tertahan dan mendorong kepalaku ke dadanya. Karena gemas, kugigit dengan agak keras putingnya. Ia melenguh ," Oh...gitu Joe..gigit seperti itu...I feel sexy..."
Kugigit dengan lebih keras puting kirinya, dan kurasakan asin sedikit di lidahku. Tapi tampaknya Lia makin terangsang.
jalan tolku terus memompa tempenya dengan cepat, dan kurasakan tempenya semakin menyempit...
" gila...tempe lo kok menyempit gini, sih Lia...Oh..gila..."
Ia tersenyum senang. Mungkin ia suka latian body language, soalnya dulu mantanku yang guru BL, bisa mengatur tempenya jadi sempit jadi gini, dengan latihan rutin.
jalan tolku keluar masuk tempenya dengan lebih cepat, dan tiba-tiba mata Lia merem melek, dan ia semakin menggila, lenguhan dan desahannya semakin kencang hingga aku harus menutup mulutnya dengan sebelah tangannku.
" Ah joe...You're so...soo...Ohh...i am gonna come...i m gonna come...again...Arghhh...Ohhhhh uhhhhhh..." Lia orgasme untuk kedua kalinya dan terkulai ke bahuku.
Karena aku masih belum keluar, aku mencabut jalan tolku dari tempenya yang banjir cairannya, dan membalikan tubuhnya menghadap westafel. Biasa kalau habis minum staminaku memang suka lebih gila.
Lia tampak mengerti maksudku, ia menunggingkan pantatnya, dan langsung kutusuk jalan tolku ke tempenya dari belakang.
Ia mengeram senang, dan aku bisa melihat seluruh tubuhnya dari cermin di depan kami. Ia tampak terangsang, seksi dan acak-acakan. Make upnya luntur karena keringat, tapi tubuh seksinya tampak sangat indah.
Aku mulai memompa tempenya dengan pelan, lalu makin cepat, dan tangan kiriku meraih puting payudaranya, dan memilinnya dengan kasar, sementara tangan kananku sesekali menepuk keras pantatnya.
" yeah...I am your bitch...fuck me real hard...please..."
Buset..ga nyangka penampilan manisnya ternyata hanya di luar. Aslinya dia kasar dan gila seks, kaya bule di bokep aja, pikirku makin terangsang.
jalan tolku makin cepat menusuk2 tempenya yang semakin lama semakin terasa licin. Tanganku berpindah-pindah, kadang mengusap-ngusap klitorisnya dengan cepat.
Badan Lia naik turun sesuai irama kocokanku, dan aku semakin horny melihatnya menggumamkan kata-kata kasar. jalan tolku semakin tegang dan terus menghantam tempenya dari belakang. Ia mau orgasme lagi, rupanya, karena wajahnya menegang dan ia mengarahkan tanganku mengusap klitorisnya dengan lebih cepat.
" Ah...baby...yeah...oh yeah...." jalan tolku terasa makin becek oleh cairan tempenya.
"Lia..aku juga mau keluar nih...."
" oh tahan dulu...kasih aku....jalan tolmu....tahan!!!!"
Lia langsung membalikan tubuhnya, dan mencaplok jalan tolku dengan rakus. Ia mengulumnya naik turun dengan cepat seperti permen, dan dalam itungan detik, menyemprotlah cairan maniku ke dalam mulutnya.
" ArGGGhhhh!! Oh yes !! " erangku tertahan.
Lia menyedot jalan tolku dengan nikmat, menyisakan sedikit rasa ngilu pada ujung jalan tolku, tapi ia tidak peduli, tangan kirinya menekan pelirku dan kanannya mengocok jalan tolku dengan gerakan makin pelan.
Kakiku lemas dan aku terduduk di kursi toilet yg tertutup. Lia berlutut dan menjilati seluruh jalan tolku dengan rakus.
" Kamu takut gak, kalau aku bilang, aku suka banget sama sperma cowok ?"
bisiknya dengan suara manis sekali.
Di sela-sela engahanku, aku menggeleng penuh kenikmatan.
Gila kali mantannya, ga mau sama cewek hot begini...!!
Setelah Lia menjilat bersih jalan tolku, ia memakaikan celana jeansku, lalu memakai seragamnya sendiri. Ia membuka kompartemen di belakangnya, dan mengeluarkan sisir dan makeupnya dari sana.
Dalam waktu 5 menit, ia sudah tampak seperti pramugari manis yang tadi pertama kulihat, bukan wanita gila seks seperti barusan.
Ia memberi isyarat agar aku tidak bersuara, lalu perlahan-lahan membuka pintu toilet.
Setelah yakin aman, ia keluar dan aku mengikutinya dari belakang.
" Baiklah, Pak Joe..saya harus siap-siap untuk meal service berikutnya, mungkin Bapak mau istirahat sejenak? " godanya dengan nada seksi.
Aku tersenyum dan mengangguk setuju. Sebelum aku ke upper deck, kucubit pantatnya dan ia memberiku ciuman yang sangat panas.
Habis flight itu, ia memberiku nomer telpon hotelnya di LA, dan kami ngeseks gila-gilaan tiap hari. Ternyata Lia sangat hyper sex dan bisa orgasme sampai sembilan kali seharinya. Sedangkan aku hanya mampu bucat 2 kali sehari.
Dalam flight kembali ke LA, aku mengupgrade kursiku ke first class , karena ia bertugas di first class. Dan sekali lagi kami have sex di toilet, dan kali ini hampir ketauan teman kerjanya.
Kami masih sering ketemu sampai hari ini. Kalau aku ke kota dimana dia tinggal.
Pacarku? Masih jalan juga lah...jadi punya dua cewek, deh...
Diposting oleh HaRy vanhoutten di 15.33 0 komentar
ABG SMU
akhir nya simaniez mau saya ajakin jalan-jalan ke ramai mall malioboro,setelah sampai di ramai malioboro,simaniez minta di beliin jaket ma celana buat ganti seragam sekolah nya,sambil nunggu simaniez beli jaket ma celana saya nongkrong di arena game (mengenang masa remaja saya yang suka bolos skul trus maen ke ramai malioboro cuma buat maen game hehehe) setelah 30 menitan saya nungguin simaniez beli jaket ma celana,simaniez nyamperin saya yg baru asyik nongkrong di arena game, om uang nya mana simaniez dah dapetin jaket ma celana nya cuma tinggal ngebayar di cassir aja kata simaniez sambil ajak saya ke cassir tempet di beli jaket ma celana, brapa mbak total semua nya sapa saya ke mbak-mbak yang jaga di cassir. total nya 180 ribu,kata mbak-mbak nya dengan gaya acuh tak acuh.. setelah saya bayar di cassir langsung saya ajak simaniez makan di rumah makan yang ada di sebelah toko ramai, (maklum dari pagi lom sarapan eh dah di todong 180 ma simaniez,hehehe) sampai di rumah makan saya suruh sekalian simaniez ganti baju seragam skul nya dengan jaket ma celana yang baru aja di beli, di kamar mandi rumah makan itu. busyeettt pas saya liat simaniez dah selesai ganti baju,tampak lah kecantikan dan kepolosan seorang abg yang sangat cantik dan benar2 sexy abies bro.
abis makan trus saya ajakin ke warnet,mo nengokin forum cerita dewasa tercinta saya ini. pas nyampe di depan warnet saya tanyain simaniez,ka mo minum gak nich??mansion house ma calpico aja om yang segar kata simaniez,biasa lah simaniez tuh suka nya minum kayak gitu cuma ma saya doank,klau ma org lain gak mau,gak tau knapa… ya dah sekarang simaniez login dulu di net,om nyari minuman nya dulu.okey om kata simaniez selang 10 menit saya ke fortran net(dewa bugil tau nih net )sambil saya bawa mansion pesanan simaniez. ternyata sewaktu saya tinggal nyari minum simaniez sedang dowload bokep yang hentai,loh kok cepet bgt om beli minum nya kata simaniez kaget sewaktu saya datengin di bok net. iya nich,kebetulan warung nya yg jualan minuman baru sepi jadi langsung di layani si om. singkat kata singkat cerita mansion+calpico dah saya abisin ber2 ma simaniez,saya liat simaniez dah mabok kebanyakan minum, om,dowload an simaniez tadi dah selesai lom ya,kata simaniez dengan genit nya.
oww,kayak nya dah selesai sambil saya liatin emang dowload nya dah selesai. langsung saya play aja tuh bokep hentai yang tadi di dowload ma simaniez,, busyyeettt,bagus juga nich anak milih film bokep yang bagus walaupun bokep hentai. om,klau di kayak gitu kan nikmat gak seh kata simaniez sambil nunjukin jari nya ke arah layar monitor, di layar monitor tampak cartoon naruto dan sakura yang lagi becinta/making love. wah klau cuma liat doank gak nikmat ,nikmatan klau praktek langsung aja kata saya yang sudah agak mabok tapi simaniez takut,cewek nya kan teriak-teriak kayak nya sakit gitu om,balas simaniez. tuh teriak-teriak keenakan bukan nya teriak kesakitan kata saya. sambil liat bokep pelan-pelan tangan saya masukin ke dalam jaket simaniez,pelan tapi pasti akhir nya tangan saya menyentuh buah dada simaniez yang masih tertutup dengan jaket,saya remas-remas buah dada nya kadang-kadang saya pelintir puting nya. occhhhh,,,oochhh,,om geli,desah simaniez sewaktu puting susu nya saya pelintir,bosan dengan buah dada nya perlahan saya arahin tangan saya ke daerah selangkangan simaniez,pelan tapi pasti sampai juga tangan saya di selangkangan nya,saya gesek-gesekin tangan saya di luar selangkangan walau masih terbungkus celana tampak nya simaniez mulai terbawa birahi nya. eh,pas asyik-asyik nya saya mencumbui simaniez,tiba2 lampu di net nya padam sekilas terlintas dalam pikiran saya,nih waktu pas bgt buat nerusin lebih hot lagi,tapi lebih baik sekarang saya ajakin simaniez chek in di hotel aja. yuk pindah ke hotel aja yang lebih nyaman ya simaniez,kata saya sambil ajakin simaniez kluar dari net, langsung aja saya cabut ke hotel yang dah biasa saya pake buat eksekusi.
sampai di kamar hotel tanpa basa basi lagi saya tindih simaniez yang tergeletak di atas ranjang hotel, saya bukain semua pakaian nya hinggal bugil. saya jilatin buah dada nya sambil jari saya gesekin ke memiaw nya. ooouuugghh,,,oouuugghhh,,ommm,desah simaniez sewaktu jari saya masukin ke memiaw nya yang masih sempittt. ooccchh,oocchh,,,nikmatt om,memiaw simaniez di apain kok rasanya nikmat banget om,oochhh,,occhhh,,,ouuuchh ka,gantian dunk oralin tongkol om,dah gak tahan nih pengen ngerasain emutan simaniez yang nikmat,kata saya sambil naik ke atas tubuh simaniez,sambil saya arahin tongkol saya ke mulut nya yang mungil, perlahan simaniez menjilatin tongkol saya dari batang nya dari bawah ke atas,dan mulai memasukkan tongkol saya ke mulut nya yang mungil,oochhh nikmat bgt ketika tongkol saya di sedot pake mulut mungil nya simaniez,saya pegangin kepala simaniez sambil saya kocokin tongkol saya ke dalam mulut nya, setelah 20menit berlalu saya ngerasa dah mo mencapai klimaks,oooohhh,oohhh,,sedott yang kenceng rik,om dah mo nyampe, sambil tongkol saya masukin lebih dalam ke mulut nya,crooot,,croott,croott,sperma saya berhamburan masuk ke mulut mungil nya,saya tahan kepala simaniez saat saya klimaks,setelah semprotan terakhir saya cabut tongkol saya pelan-pelan dari mulut simaniez, tampak sebagian sperma saya yang gak sempat di telan simaniez meleleh membasahi bibir mungil simaniez, saya suruh simaniez ngejilatin sisa sperma yang masih menempel di tongkol saya sampai bersih.
:kissass:kissass:kissass
Diposting oleh HaRy vanhoutten di 15.32 0 komentar
Sodara Papaku
Aku Sintia. Suatu hari aku diajak papaku dateng ke pertemuan keluarga papaku. Yang dateng tentunya para om dan tante sodara2 papaku. Aku dateng ndirian karena seperti biasa suamiku masi menggeluti istri pertamanya, kerjaannya maksudku. aku kan jadi istri kebrapa, gak tau deh aku. waktunya habis untuk ngurusin bisnisnya. Memang si dari segi materi aku berkecukupan, malah lebih dari cukup, tapi dari segi yang laen aku miskin banget karena suamiku sangat sangat workaholik, jarang dirumah, kalo toh ada dirumah bawa kerjaan setumpuk sehingga kalo dah diranjang biasanya dia dah letoy banget, tinggal tidur. Karena itulah dah setahun lebi nikah aku blon hamil juga, maklumlah jablay. Ya sudah aku nrima aja dia bgitu, aku gak nuntut apa2, aku menekuni kerjaanku saja sebagai marketing. Karena gak da beban ngurus keluarga, prestasiku sebagai marketing luar biasa, bos ku seneng banget ama prestasiku, gak da klien yang sulit bagiku, slalu bisa aku tembus. Ditambah lagi, kata temen2 aku, aku ni cantik, walaupun kulitku gelap, tapi bodi imutku dihiasi tonjolan bemper depan dan belakang yang proporsional dengan ukuran tubuhku, sehingga pastilah lelaki akn memandangi aku dari ujung rambut sampe ujung kaki dan berhenti ditempat2 yang menonjol. Mungkin karena fisikku yang menarik, aku berhasil mendapatkan order dari para klien walaupun aku gak diajak ketempat tidur oleh para klienku. Memang si mereka selalu nyerempet2 kearah ranjang tapi aku slalu menghindar dengan halus, paling mereka aku ajak makan sebagai entertainnya sebagai imbalan atas order yang mreka berikan keaku. Selama ini para klien menghormati prinsipku tidak bertransaksi diranjang, walaupun aku tau mreka ngarep sekali bisa menggeluti aku diranjang. Kadang aku pengen juga si maen ma klien, palagi kalo ketemu yang ganteng, tapi aku tahan ja. Ketika sekolah dulu profesorku bilang kalo kita jualan sembari jual diri, maka reputasi kita sebagai marketer akan hancur, yang ada reputasi sebagai perek, bispak atawa bisyar yang ada.
kembali ke laptop, eh salah, ntar dituduh ngejiplak tukul ikan arwana lagi. Kembali ke pertemuan keluarga. aku dateng karena diajak papaku. Aku bete disana karena yang dateng golongan om dan tante, kalo toh ada anak yang dibawa, umurnya jauh dibawah aku, jadi aku gak da temen ngobrol. Sehabis makan, aku duduk ja diruang tamu keluarga yang bikin acara sembari ngantuk. Salah satu om yang dateng bule, kata papaku dia anak tantenya papaku yang nikah ma bule, Ganteng banget si, dia menghampiri aku dan duduk disebelahku. "Ngantuk ya Sin". "Iya om, penyakit orang kaya". "Kok?" dia gak ngerti maksudku. "Iya kalo abis makan slalu ngantuk". "bisa aja kamu", katanya sembari tertawa, "napa kok bisa gitu hayo". "Gak tau om". "karena abis makan darah mengalir ke perut emuanya untuk ikut menikmati makanan yang masuk, mata gak kebagian arah, makanya jadi merem melek" Ganti aku yang ketawa, bisa juga ni om bule becanda. Si om dateng ndirian, "tante gak ikut om". "Gak dia mah sukanya dateng ke pertemuan keluarganya saja, kalo keluargaku dia gak mo ikutan". "O gitu, ya udah Sintia nemeni om aja deh ya". "Kamu kok dateng ndirian, misua kemana". "Kerja, kerja en kerja". "Kasian, jablay dong kamu". gaul juga ni si om bule. "Iya om, kluar kota atawa kluar negri mulu, ngurus kerjaannya". "napa kamu gak ikut". "Kan Sintia kerja juga". "aku yang blay kamu mau gak", katanya sembari tertawa. "Bole juga tu om", aku nimpalin sembarangan. "bener ni". "Ya benerlah om", sengaja aku nantangin si om. Dia terdiam melihat kebinalanku dalam bicara. "Gak enaklah ma papa kamu". Kayanya dia serius banget menanggapin guyonanku. "Hihi Sintia bencanda ditanggepinnya serius". "O becanda toh, kirain beneran mau aku blay". "Mau juga si". "Gimana si, becanda pa setius si". "Ya sersan ja deh". Paan tu". "Serius tapi santai". Kirain sodaranya kolonel". "Maksud om?" "Iya kirain ada sersan yang punya sodara kolonel". "Jauh amir beda tingkatannya?'. "Amir? sapa tu". "iya gantinya si amat, kan amat lagi cuti". Dia tertawa lagi, asik juga becanda ma si om bule. Ketika pertemuan keluarga selesai, selesai jugalah obrolanku ma si om bule, kami bertukar kartu nama, tapi aku gak pernah dikontak ma si om, ya aku juga gak ngontak2 dia.
Sampai satu siang, aku menjamu klienku makan siang di satu hotel bintang 5. Selesai makan, aku mengantarkan klienku keluar cafe, aku amprokan ma si om bule. "Sin, ngapain kamu dimari". "Om ngomongnya betawi amir si". "Ketularan yang dirumah. Kamu ngapain dimari". "Makan ma klien, om ngapain". "Aku juga menjamu klien, trus klien kamu mana?'" "Dah pulang om". "Kok bisanya kebetulan ya, klienku juga dah pulang, yuk kita ngobrol dimejaku". Aku pindah duduk dimejaku setelah memberi tahu waitress nya supaya gak dikira ngabur sebelum bayar. "Abis ini kamu ada acara gak Sin". "Napa, mo blay Sintia ya". Kamu serius mo aku blay". Aku cuma senyum, bikin dia penasaran. "Sintia kan ponakan om, kok mo di blay juga si". "Ya gak apa kan, saling membagi". "membagi paan om". "kenikmatan". Aku tertawa, dalah hati aku pengen juga ngrasain kont0l bule yang katanya extra large itu. memekku basah juga membayangkan kalo dimasukin kont0l gede gitu. Dia mesen kopi buat kami berdua, "Minum kopi kan, ato masi mo makan". "Dah kenyang om, ngopi bole juga, ditemeni orang ganteng si". "memangnya aku ganteng?" "banget, kaya bintang holiwud". Dia seneng aku bilangin ganteng. "Kamu dah lama gak disentuh suami ya Sin". Aku hanya ngangguk. "Trus disentuih ma klien". Aku ngegeleng, "trus gak pengen". "pengen si, cuma gak ma klienlah, masak bisnis dicampur ma sahwat". "Ya udah ma aku ja yuk, kita ke apartment kantorku aja abis ini. Kamu bawa mobil gak". "Gak om, Sintia naek taksi aja, biar gak ribet cari parkir segala, dibayar kantor ini". "Ya udah kamu bayar ja bill kamu dulu". Aku memanggil waitress dan minta bill nya. si om njelasin ke waitressnya bahwa kopi yang aku minum dimasukin ke bill nya. Sambil menunggu proses bayar bill, kita ngobrol santai ja, "tante ntar marah kalo kita saling berbagi om". "Dia kan gak taulah, lagian ni kan apartment kantor". "Mangnya om mau ya ma Sintia". "Iya sejak ketemu kamu ketika itu aku suka ngebayangin kaya apa nikmatnya kalo bisa ngegelutin kamu, kamu imut, trus kulit kamu gelap lagi. lebi eksotis katimbang yang putih kulitnya". "Ih ngelanjor ya". "Ya gak apa kan, skarang kan gak usah nglamun lagi, bisa beneran, mau ya Sin". Aku kalah juga didesek terus, lagian napsuku pelan2 naek ngebayangin kont0l si om ngedobrak memekku yang dah lama juga gak dimasukin kont0l, palagi yang mo masuk katanya extra large. Aku ngangguk aja.
Selesai urusan bill aku dan dia, dia menggandeng aku menuju ke tempat parkir, trus mobilnya mluncur meninggalakn hotel menuju ke apartmentnya. "Om kok dapet apartment ya". "Iya kantor nyediain, tapi tante gak mo tinggal dimari, sempit katanya". "Padahal yang sempit yang nikmat ya om". "Iya kamu punya pasti sempit banget ya Sin, jarang dipake". Apartmennya memang gak besar. Ruang keluarga, ruang makan dan pantri kering jadi satu ruang, diatas pantri kering ada sederetan lemari tempat nyimpen prabotan makan, dibagian bawah pantri ada tempat lagi untuk nyimpen prabotan masak, kemudian disisi laen ada kamar tidur utama yang besar dan 2 kamar yang lebih kecil. Kemudian ada kamar mandi, wc dan ada space untuk meletakkan mesin cuci dan dryernya, sehingga gak usah menjemur pakean lagi. Memang prabotannya lengkap si, sofa, tv plasma besar, sound system, lemari es, microwave oven, blender, toaster dan kompor gas. "Padahal lengkap gini ya prabotannya om" Mubazir dong ya". "Ya gimana, gak mau kan gak bisa dipaksa, lagian prabotan ini standard untuk semua apartment kantor". Kamar tidur utamanya ada ranjang besar, meja rias, tv plasma tapi gak besar serta lemari pakean. Sedang kamar tidur yang kecilan cuma diisi ranjang single dan lemari pakean saja. Aku duduk ja di sofa, "penyakit orang kayanya nyerang lagi ni om". "Ya udah boboan di kamar ja". Aku langsung menuju ke kamar utama, bed cover gak aku lepas, dan aku berbaring diranjang dengan kakiku menjuntai kelantai. Si om ngidupin ac biar gak sumuk udaranya, maklum dah lama gak dinyalakan acnya. "Yang bersihin siapa om". "Ada cleaning service, kadang seminggu kadang 2 minggu sekali seluruh apartment dibersihkan. Aku gak pernah tidur dimari, jadi ya seprei segala dah lama gak diganti, mo diganti dulu?" "Gak usah lah om", kataku sambil memejamkan mata, aku beneran ngantuk.
Kurasakan ranjang bergoyang, aku membuka mata, si om berbaring miring diseblahku. Reflex akupun duduk. "Kok duduk, rebahan ja nape". Aku masi risi ja berbaring diranjang bareng si om bule. “Santai aja Sin, kalau horny enjoy aja, gak usah malu.. itu artinya kamu normal” bisiknya sambil meremas pundakku. Remasan dan terpaan nafasnya saat berbisik menyebabkan semua bulu-bulu di tubuhku meremang, tanpa terasa tanganku meremas ujung rok. Si om menarik tanganku meletakan dipahanya ditekan sambil diremasnya, tak ayal lagi tanganku jadi meremas pahanya. “Remas aja paha aku Sin daripada rok” bisiknya lagi.
Aku merasakan pahanya dalam remasanku membuat darahku berdesir keras. “Ngga usah malu Sin, santai aja” lanjutnya lagi. Entah karena bujukannya atau aku sendiri yang menginginkan, tidak jelas, yang pasti tanganku tidak beranjak dari pahanya. Merasa mendapat angin, si om melepaskan rangkulannya dan memindahkan tangannya di atas pahaku, awalnya masih dekat dengkul lama kelamaan makin naik, setiap gerakan tangannya membuatku merinding. tangannya mengelus-elus dengan halus, ingin menepis, tapi, rasa geli-geli enak yang timbul begitu kuatnya, membuatku membiarkan kenakalan tangannya yang semakin menjadi-jadi. “Sin, aku suka deh liat leher sama pundak kamu” bisiknya seraya mengecup pundakku.
Aku yang sudah terbuai elusannya karuan saja tambah menjadi-jadi dengan kecupannya itu. Dia terus aja mengecup, bahkan semakin naik keleher, “Om.. ahh” desahku tak tertahan lagi. “Enjoy aja Sin” bisiknya lagi, sambil mengecup dan menjilat daun telingaku. “Ohh om” aku sudah tidak mampu lagi menahan rangsangan yang perlahan merayapi tubuhku. Aku hanya mampu tengadah merasakan kenikmatan mulutnya di leher dan telingaku. Merasa tidak puas disingkapnya rok miniku, tangannya sudah berada dipaha dalamku, diselipkannya tangannya kedalam CD-ku membelai-belai bulu-bulu tipis di permukaan memekku dan.. akhirnya menyentuh itilku. “Aaahh.. sshh.. eehh” desahku merasakan nikmatnya elusan-elusannya, jarinya merayap tak terkendali ke bibir memekku, membuka belahannya dan bermain-main ditempat yang mulai basah dengan cairan pelancar, manakala kenikmatan semakin membalut diriku. Melihat aku sudah pasrah dia semakin agresif. Tangan satunya semakin naik hingga akhirnya meremas toketku ditambah dengan kehangatan mulutnya dileherku membuat magma birahiku menggelegak sejadi-jadinya.
“Agghh.. om.. ohh.. sshh” desahanku bertambah keras. Si om
menyingkap tang-top dan bra sehingga toket 34b-ku menyembul, langsung dilahapnya dengan rakus sementara tangan satunya tetep meraba-raba memekku yang sudah basah oleh cairan pelicin. Aku jadi tak terkendali dengan serangannya, tubuhku bergelinjang keras. “Emmhh.. aahh.. ohh.. aagghh” desahanku berganti menjadi erangan-erangan.
Dia melucuti seluruh penutup tubuhku, tubuh polosku dibaringkan diranjang. "Sin kamu merangsang sekali deh, kulitmu gelap, toketmu kenceng dan memekmu imut banget". Si om melumat bibirku dengan bernafsu lidahnya menerobos kedalam rongga mulutku, lidah kami saling beraut, mengait dan menghisap dengan liarnya. Dari bibirku, bibirnya merayap turun kearah toketku, pentilku yang kemerah-merahan jadi bulan-bulanan bibir dan lidahnya.
Diperlakukan seperti itu membuatku kehilangan kesadaran, tubuhku bagai terbang diawang- awang. aku mulai meremas punggungnya, kujambak rambutnya dan merengek-rengek memintanya untuk tidak berhenti melakukannya. “Aaahh.. om.. teruss.. sshh.. enakk sekalii” “Nikmatin Sin.. nanti bakal lebih lagi” bisiknya seraya kembali menjilat dalam-dalam telingaku.
Kemudian jilatannya turun ke pentilku, diemutnya sebentar dan menurun lagi kaearah puserku, lubang puserku diciuminya sehingga aku menggelinjang kegelian, lidahnya dijulurkannya menjilati lubang userku. "Om, geliiii..." lenguhku. Kemudian dia mulai menjilat pahaku, lama kelamaan semakin naik.. naik.. dan akhirnya sampai di memekku, lidahnya bergerak-gerak liar di itilku. aku seperti tersihir menjadi hiperaktif, pinggul kuangkat-angkat, ingin si om melakukan lebih dari sekedar menjilat, ia memahami, disantapnya memekku dengan menyedot-nyedot gundukan daging yang semakin basah oleh ludahnya dan cairanku. Tidak berapa lama kemudian aku merasakan kenikmatan itu semakin memuncak, tubuhku menegang, “Aaagghh.. om... oohh” jeritku keras, dan merasakan hentak-hentakan kenikmatan didalam memekku. Tubuhku melemas.. lungai. Si om menyudahi ‘hidangan’ pembukanya, dibiarkan tubuhku beristirahat dalam kepolosan, sambil memejamkan mata kuingat-ingat apa yang baru saja
kualami.
Aku semakin tenggelam saja dalam bayang-bayang yang menghanyutkan, dan tiba-tiba kurasakan hembusan nafas ditelingaku dan rasa tidak asing lagi.. hangat basah. Ahh.. bibir dan lidah si om mulai lagi, tapi kali ini tubuhku seperti di gelitiki ribuan semut, ternyata si om sudah polos dan bulu-bulu lebat di tangan dan dadanya menggelitiki tubuhku. Tapi aku belum melihat sebrapa gede kontolnya. Mataku terpejam. Gairahku bangkit merasakan lidahnya menjalar di pentilku yang kemudian diemutnya dengan rakus, membuat tubuhku mengeliat-geliat merasakan geli dan nikmat dikedua titik sensitif tubuhku. Kemudian ia membuka kedua pahaku lebar-lebar dengan kepala sudah berada diantaranya. “Aaahh.. om.. nngghh.. aaghh” rintihku tak tertahankan lagi. Dia kemudian mengganjal pinggulku dengan bantal sehingga pantatku menjadi terangkat, lalu kembali lidahnya bermain dimemekku. Kali ini ujung lidahnya sampai masuk kedalam liang memekku, bergerak-gerak liar diantara memek dan anus, seluruh tubuhku bagai tersengat aliran listrik aku hilang kendali. Aku merintih, mendesah bahkan menjerit-jerit merasakan kenikmatan yang tiada taranya.
Dia kembali melahap pentilku,yang satu dihisap-hisap satunya lagi dipilin-pilin oleh jari-jarinya. Dari dada kiriku tangannya melesat turun ke memekku, dielus-elusnya itil dan bibir memekku. Tubuhku langsung mengeliat-geliat merasakan kenakalan jari-jari nya.
“Ooohh.. mmppff.. ngghh.. sshh” desisku tak tertahan. “Teruss.. om.. aakkhh” Aku menjadi lebih menggila waktu dia mulai memainkan lagi lidahnya di memekku. Tubuhku setengah melonjor di pinggir ranjang dengan kaki menapak kelantai, dia berlutut dilantai dengan badan berada diantara kedua kakiku. Mulutnya mengulum-ngulum memekku, tak lama kemudian dia meletakan kedua kakiku dibahunya dan kembali menyantap ‘segitiga venus’ yang semakin terpampang dimukanya. Tak ayal lagi aku kembali berkelojotan diperlakukan seperti itu. “Ssshh.. sshh.. aahh” desisku. “Oohh.. om.. nikmat sekalii.. Gigit.. om.. pleasee.. gigitt... Auuwww.. pelan om gigitnyaa” Melengkapi kenikmatan yang sedang melanda diriku, satu tanganku mencengkram kepalanya. tanganku yang lainnya meremas-remas toketku sendiri serta memilin pentilnya.
Beberapa saat kemudian kita berganti posisi, aku yang berlutut di lantai, baru aku lihatnya kontolnya yang extra large itu, besar panjang berwarna putih dan sudah keras sekali. kujilat batangnya yang besar dan sudah keras membatu itu, si om mendesah-desah merasakan jilatanku. “Aaahh.. Sin.. jilat terus.. nngghh” desahnya.
“Jilat kepalanya Sin” aku menuruti permintaannya yang tak mungkin kutolak. lidahku berputar dikepala kontolnya membuat dia mendesis desis. “Ssshh.. nikmat sekali Sin.. isep sayangg.. isep” pintanya disela-sela desisannya. Dia memanggilku sayang, mesranya. kepala kontolnya pertama-tama kumasukan kedalam mulut, dia meringis. “Jangan pake gigi Sin.. isep aja” protesnya, mulutku penuh kemasukan palkon yang gede itu sehingga gigiku menyentuh palkonnya yang sensitif itu. kucoba lagi, kali ini dia mendesis nikmat. “Ya.. gitu sayang.. sshh.. enak.. Sin” sebagian kontolnya melesak masuk menyentuh langit-langit mulutku. Aku mengulum kontolnya, kepalaku turun naik, sekali-kali kujilat palkonnya bagai menikmati es krim. Setiap gerakan kepalaku sepertinya memberikan sensasi yang luar biasa baginya. “Aaahh.. aauugghh.. teruss sayangg” desahnya, “Ohh.. sayangg.. enakk sekalii”. aku memvariasikan emutan dengan kocokan kontolnya yang separuhnya berada dalam mulutku. Beberapa saat kemudian si om mempercepat gerakan pinggulnya dan menekan lebih dalam batang kontolnya, tanganku tak mampu menahan laju masuknya kedalam mulutku. Aku menjadi gelagapan, ku geleng-gelengkan kepalaku hendak melepaskan benda panjang itu tapi malah berakibat sebaliknya, gelengan kepalaku membuat kontolnya seperti dikocok-kocok. Dia bertambah beringas mengeluar-masukan batangnya dan..“Aaagghh.. nikmatt.. Sin.. aku.. kkeelluaarr” jeritnya, pejunya menyembur-nyembur keras didalam mulutku membuatku tersedak, sebagian meluncur ke tenggorokanku sebagian lagi tercecer keluar dari mulutku. Aku sampai terbatuk-batuk dan meludah-ludah membuang sisa yang masih ada dimulutku. “Sorry Sin, ngga tahan.. abis isepan kamu enak banget”. Dia mengambilkan aku minum dan membersihkan sisa peju dari mulutku.
Dia memelukku dengan lembut. Dikecupnya keningku, hidungku dan bibirku. Kecupan dibibir berubah menjadi lumatan-lumatan yang semakin memanas, kami pun saling memagut, lidahnya menerobos mulutku meliuk-liuk bagai ular, aku terpancing untuk membalasnya. Ohh.. sungguh luar biasa permainan lidahnya, leher dan telingaku kembali menjadi sasarannya membuatku sulit menahan desahan-desahan kenikmatan yang begitu saja meluncur keluar dari mulutku. Luar biasa staminya, baru aja ngecret dimulutku, kontolnya dah kembali mengeras. Tak lama kemudian dia merayap naik keatas tubuhku, dia membuka lebih lebar kedua kakiku, dan kemudian kurasakan ujung palkonnya menyentuh mulut memekku yang sudah basah oleh cairan cinta.“Ohh.. om.. ngga tahann.. masukin dong” pintaku. tanganku menggapai batang kontolnya, kuarahkan kemulut memekku dan kugesekkan pada itilku. “Aaagghh” lenguhku panjang merasakan kenikmatan gesekan palkonnya pada itilku. Si om juga dah gak nahan lagi, ditekannya pelan sehingga palkon gedenya mulai melesak kedalam memekku. “Aauugghh.. om.. pelann” jeritku lirih. Dia
menghentikan dorongannya, sesaat ia mendiamkan palkonnya dalam kehangatan liang memekku. Kemudian-masih sebatas ujungnya-secara perlahan ia mulai memundur-majukannya. Sesuatu yang aneh segera saja menjalar dari gesekan itu keseluruh tubuhku. Rasa geli, enak dan entah apalagi berbaur ditubuhku membuat pinggulku mengeliat-geliat mengikuti tusukan-tusukannya. “Ooohh.. om.. sshh.. aahh.. enakk om” desahku lirih.
Aku benar-benar tenggelam dalam kenikmatan yang luar biasa akibat gesekan-gesekan di mulut memekku. Mataku terpejam-pejam kadang kugigit bibir bawahku seraya mendesis. “Enak.. Sin” tanyanya berbisik. “Banget om.. oohh enakk.. om.. sshh”
“Nikmatin Sin.. nanti lebih enak lagi” bisiknya lagi. “Ooohh.. om.. ngghh”. Dia terus mengayunkan pinggulnya turun-naik-tetap sebatas ujung palkonnya -dengan ritme yang semakin cepat. Selagi aku terayun-ayun dalam buaian birahi, tiba-tiba dia menekan kontolnya lebih dalam membelah memekku. “Auuhh.. sakitt om” jeritku, dia menghentikan tekanannya. "Kont0l om extra large si, mem3k Sintia kan baru skali ini kemasukan yang gede gini".
“Pertama sedikit sakit Sin. nanti juga hilang kok sakitnya” bisiknya seraya menjilat dan menghisap telingaku. Entah bujukannya atau karena geliat liar lidahnya, yang pasti aku mulai merasakan nikmatnya kontolnya yang besar-keras dan hangat didalam rongga memekku. Dia kemudian menekan lebih dalam lagi, membenamkan seluruh batang kontolnya dan mengeluar-masukannya. Gesekan kontolnya dirongga memekku menimbulkan sensasi yang luar biasa! Setiap tusukan dan tarikannya membuatku
menggelepar-gelepar. “Ssshh.. ohh.. ahh.. enakk om.. empphh” desahku tak tertahan. “Ohh..Sin.. enak banget mem3k kamu.. oohh” pujibya diantara lenguhannya. “Agghh.. terus om.. teruss” aku meracau tak karuan merasakan nikmatnya hujaman-hujaman kontolnya di memekku. Peluh-peluh birahi mulai menetes membasahi tubuh. Jeritan, desahan dan lenguhan mewarnai pergumulan kami. Menit demi menit kontolnya menebar kenikmatan ditubuhku. Magma birahi semakin menggelegak sampai akhirnya tubuhku tak lagi mampu menahan letupannya.
“Om.. oohh.. tekan om.. agghh.. nikmat sekali om” jeritan dan erangan panjang terlepas dari mulutku. Tubuhku mengejang, kupeluk dia erat-erat, magma birahiku meledak, mengeluarkan cairan kenikmatan yang membanjiri relung-relung memekku. Tubuhku terkulai lemas, tapi itu tidak berlangsung lama.
Beberapa menit kemudian dia mulai lagi memacu gairahku, hisapan dan remasan didadaku serta pinggulnya yang berputar kembali membangkitkan birahiku. Lagi-lagi tubuhku dibuat mengelepar-gelepar terayun dalam kenikmatan duniawi. Tubuhku dibolak-balik bagai daging panggang, setiap posisi memberikan sensasi yang berbeda. Entah berapa kali memekku berdenyut-denyut mencapai klimaks tapi dia sepertinya belum ingin berhenti menjarah tubuhku. aku secara reflex mulai menggerakan pinggulku kekiri kekanan, karuan saja dia mengeliat-geliat merasakan kontolnya diurut-urut oleh memekku. Sebaliknya, kontolnya yang menegang keras kurasakan seolah mengoyak-ngoyak dinding dan lorong memekku. Suara desahan, desisan dan lenguhan saling bersaut. Selagi posisiku di atas kedua tangannya memainkan toketku. Apalagi ketika tanganku mulai bermain-main diitilku ndiri membuatku menjadi tambah meradang. Kutengadahkan kepalaku, mulutku yang tak henti-hentinya mengeluarkan desahan. Pinggulku semakin bergoyang berputar, mundur dan maju dengan liarnya. Aku begitu menginginkan kontolnya mengaduk-aduk seluruh isi rongga memekku. “Aaargghh.. Sin.. enak banget.. terus Sin.. goyang terus” erangnya. Erangannya membuat gejolak birahiku semakin menjadi-jadi, kuremas toketku sendiri. Ohh aku sungguh menikmati semua ini.
Si om yang merasa kurang puas meminta merubah posisi. Akupun merangkak dan dia menggesek-gesek bibir memekku dengan
palkonnya dari belakang. Tubuhku bergetar hebat, saat kont0l besarnya dengan perlahan menyeruak menembus bibir memekku dan terbenam didalamnya. Tusukan-tusukan kontolnya serasa membakar tubuh, birahiku kembali menggeliat keras. Aku menjadi sangat binal merasakan sensasi erotis batang kontolnya didalam memekku. Namun hujaman-hujaman kontolnya yang begitu bernafsu dalam posisi ‘doggy’ dapat membuatku kembali merintih-rintih. Apalagi ditambah dengan elusan-elusan Ibu jarinya dianusku. Bukan hanya itu, setelah diludahi dia bahkan memasukan Ibu jarinya ke lubang anusku. Sodokan-sodokan dimemekku dan Ibu jarinya dilubang anus membuatku mengerang-erang. “Ssshh.. engghh.. yang keras om.. mmpphh,...Enak banget om.. aahh.. oohh” Mendengar eranganku dia tambah bersemangat menggedor kedua lubangku, Ibu jarinya kurasakan tambah dalam menembus anusku, membuatku tambah lupa daratan.
Sedang asiknya menikmati, dia mencabut kontolnya dan Ibu jarinya. “Om.. kenapa dicabutt” protesku. “Masukin lagi om.. pleasee” pintaku menghiba. Sebagai jawaban aku hanya merasakan ludahnya berceceran di lubang anusku, tapi kali ini lebih banyak. Aku masih belum mengerti apa yang akan dilakukannya.
Saat dia mulai menggosok palkonnya dilubang anus baru aku sadar apa yang akan dilakukannya. “om.. pleasee.. jangan disitu” aku menghiba meminta dia jangan melakukannya. Dia tidak menggubris, tetap saja digosok-gosokannya, ada rasa geli-geli enak kala ia melakukan hal itu. Dibantu dengan sodokan jarinya dimemekku hilang sudah protesku. Tiba-tiba kurasakan palkonnya sudah menembus anusku. Perlahan namun pasti, sedikit demi sedikit batang kontolnya membelah anusku dan tenggelam habis didalamnya. “Aduhh sakitt om.. akhh..!” keluhku pasrah karena rasanya mustahil menghentikannya. “Rileks Sin.. seperti tadi, nanti juga hilang sakitnya” bujuknya seraya mencium punggung dan satu tangannya lagi mengelus-elus itilku. Separuh tubuhku yang tengkurap sedikit membantuku, dengan begitu memudahkan aku untuk mencengram dan mengigit bantal untuk mengurangi rasa sakit. Berangsur-angsur rasa sakit itu hilang, aku bahkan mulai menyukai kont0l kerasnya yang menyodok-nyodok anusku. Perlahan-lahan perasaan nikmat mulai menjalar disekujur tubuhku. “Aaahh.. aauuhh.. oohh om” erang-erangan birahiku mewarnai setiap sodokan kontolnya yang besar itu. Dia dengan buasnya menghentak-hentakan pinggulnya. Semakin keras dia menghujamkan kontolnya semakin aku terbuai dalam kenikmatan.
Akhirnya dia mencabut kontolnya dari anusku dan merebahkan diri terlentang ditempat tidur dengan kepala beralas bantal, tubuhku ditarik menindihinya. Sambil melumat mulutku-yang segera kubalas dengan bernafsu-ia membuka lebar kedua pahaku dan langsung menancapkan kontolnya kembali kedalam memekku.
Dia memagut leherku dan satu tangannya meremas buah dadaku,
dan melengkapinya dengan menghisap pentilku satunya. Aku sudah tidak mampu lagi menahan deraan kenikmatan demi kenikmatan yang menghantam sekujur tubuhku. Hantaman-hantamannya yang semakin buas sungguh tak terperikan rasanya. Hingga akhirnya kurasakan sesuatu didalam memekku akan meledak, keliaranku menjadi-jadi. “Aaagghh.. ouuhh.. om.. tekaann” jerit dan erangku tak karuan. Dan tak berapa lama kemudian tubuhku serasa melayang, kucengram pinggulnya kuat-kuat, kutarik agar kontolnya menghujam keras dimemekku, seketika semuanya menjadi gelap pekat. “Aduuhh.. om.. nikmat sekalii” “Aaarrghh.. Sin.. enakk bangeett” Dia menekan dalam-dalam kontolnya, cairan hangat menyembur dimemekku. Tubuhku bergetar keras didera kenikmatan yang amat sangat dahsyat, tubuhku mengejang berbarengan dengan hentakan-hentakan dimemekku dan akhirnya kami.. terkulai lemas.
"Sin, nikmat banget deh ngentotin kamu, mem3k kamu peret banget deh, kedutannya berasa banget". "Sintia juga nikmat banget om dimasukin kont0l om yang super gede, penuh deh mem3k Sintia jadinya. Kalo om amblesin smuanya rasanya sampe ke perut deh, kapan om ngasi Sintia kenikmatan kaya gini lagi". "Bisa diatur kok Sin".
Diposting oleh HaRy vanhoutten di 15.31 0 komentar
Rok Ketat Riska
Riska adalah seorang gadis pelajar kelas 3 di sebuah SMU negeri terkemuka di kota YK. Gadis yang berusia 17 tahun ini memiliki tubuh yang sekal dan padat, kulitnya kuning langsat. Rambutnya tergerai lurus sebahu, wajahnya juga lumayan cantik.
Dia adalah anak bungsu dari lima bersaudara, ayahnya adalah seorang pejabat yang kini bersama ibunya tengah bertugas di ibukota, sedang kakak-kakaknya tinggal di berbagai kota di pulau jawa ini karena keperluan pekerjaan atau kuliah. Maka tinggallah Riska seorang diri di rumah tersebut, terkadang dia juga ditemani oleh sepupunya yang mahasiswi dari sebuah universitas negeri ternama di kota itu.
Sebagai anak ABG yang mengikuti trend masa kini, Riska sangat gemar memakai pakaian yang serba ketat termasuk juga seragam sekolah yang dikenakannya sehari-hari. Rok abu-abu yang tingginya beberapa senti di atas lutut sudah cukup menyingkapkan kedua pahanya yang putih mulus, dan ukuran roknya yang ketat itu juga memperlihatkan lekuk body tubuhnya yang sekal menggairahkan.
Penampilannya yang aduhai ini tentu mengundang pikiran buruk para laki-laki, dari yang sekedar menikmati kemolekan tubuhnya sampai yang berhasrat ingin menggagahinya. Salah satunya adalah Parno, si tukang becak yang mangkal di depan gang rumah Riska. Parno, pria berusia 40 tahunan itu, memang seorang pria yang berlibido tinggi, birahinya sering naik tak terkendali apabila melihat gadis-gadis cantik dan seksi melintas di hadapannya.
Sosok pribadi Riska memang cukup supel dalam bergaul dan sedikit genit termasuk kepada Parno yang sering mengantarkan Riska dari jalan besar menuju ke kediaman Riska yang masuk ke dalam gang.
Suatu sore, Riska pulang dari sekolah. Seperti biasa Parno mengantarnya dari jalan raya menuju ke rumah. Sore itu suasana agak mendung dan hujan rintik-rintik, keadaan di sekitar juga sepi, maklumlah daerah itu berada di pinggiran kota YK. Dan Parno memutuskan saat inilah kesempatan terbaiknya untuk melampiaskan hasrat birahinya kepada Riska. Ia telah mempersiapkan segalanya, termasuk lokasi tempat dimana Riska nanti akan dikerjai. Parno sengaja mengambil jalan memutar lewat jalan yang lebih sepi, jalurnya agak jauh dari jalur yang dilewati sehari-hari karena jalannya memutar melewati areal pekuburan.
“Lho koq lewat sini Pak?”, tanya Riska.
“Di depan ada kawinan, jadi jalannya ditutup”, bujuk Parno sambil terus mengayuh becaknya.
Dengan sedikit kesal Riska pun terpaksa mengikuti kemauan Parno yang mulai mengayuh becaknya agak cepat. Setelah sampai pada lokasi yang telah direncanakan Parno, yaitu di sebuah bangunan tua di tengah areal pekuburan, tiba-tiba Parno membelokkan becaknya masuk ke dalam gedung tua itu.
“Lho kenapa masuk sini Pak?”, tanya Riska.
“Hujan..”, jawab Parno sambil menghentikan becaknya tepat di tengah-tengah bangunan kuno yang gelap dan sepi itu. Dan memang hujan pun sudah turun dengan derasnya.
Bangunan tersebut adalah bekas pabrik tebu yang dibangun pada jaman belanda dan sekarang sudah tidak dipakai lagi, paling-paling sesekali dipakai untuk gudang warga. Keadaan seperti ini membuat Riska menjadi semakin panik, wajahnya mulai terlihat was-was dan gelisah.
“Tenang.. Tenang.. Kita santai dulu di sini, daripada basah-basahan sama air hujan mending kita basah-basahan keringat..”, ujar Parno sambil menyeringai turun dari tempat kemudi becaknya dan menghampiri Riska yang masih duduk di dalam becak.
Bagai tersambar petir Riskapun kaget mendengar ucapan Parno tadi.
“A.. Apa maksudnya Pak?”, tanya Riska sambil terbengong-bengong.
“Non cantik, kamu mau ini?” Parno tiba-tiba menurunkan celana komprangnya, mengeluarkan penisnya yang telah mengeras dan membesar.
Riska terkejut setengah mati dan tubuhnya seketika lemas ketika melihat pemandangan yang belum pernah dia lihat selama ini.
“J.. Jaangan Pak.. Jangann..” pinta Riska dengan wajah yang memucat.
Sejenak Parno menatap tubuh Riska yang menggairahkan, dengan posisinya yang duduk itu tersingkaplah dari balik rok abu-abu seragam SMU-nya kedua paha Riska yang putih bersih itu. Kaos kaki putih setinggi betis menambah keindahan kaki gadis itu. Dan di bagian atasnya, kedua buah dada ranum nampak menonjol dari balik baju putih seragamnya yang berukuran ketat.
“Ampunn Pak.. Jangan Pak..”, Riska mulai menangis dalam posisi duduknya sambil merapatkan badan ke sandaran becak, seolah ingin menjaga jarak dengan Parno yang semakin mendekati tubuhnya.
Tubuh Riska mulai menggigil namun bukan karena dinginnya udara saat itu, tetapi tatkala dirasakannya sepasang tangan yang kasar mulai menyentuh pahanya. Tangannya secara refleks berusaha menampik tangan Parno yang mulai menjamah paha Riska, tapi percuma saja karena kedua tangan Parno dengan kuatnya memegang kedua paha Riska.
“Oohh.. Jangann.. Pak.. Tolongg.. Jangann..”, Riska meronta-ronta dengan menggerak-gerakkan kedua kakinya. Akan tetapi Parno malahan semakin menjadi-jadi, dicengkeramnya erat-erat kedua paha Riska itu sambil merapatkan badannya ke tubuh Riska.
Riska pun menjadi mati kutu sementara isak tangisnya menggema di dalam ruangan yang mulai gelap dan sepi itu. Kedua tangan kasar Parno mulai bergerak mengurut kedua paha mulus itu hingga menyentuh pangkal paha Riska. Tubuh Riska menggeliat ketika tangan-tangan Parno mulai menggerayangi bagian pangkal paha Riska, dan wajah Riska menyeringai ketika jari-jemari Parno mulai menyusup masuk ke dalam celana dalamnya.
“Iihh..”, pekikan Riska kembali menggema di ruangan itu di saat jari Parno ada yang masuk ke dalam liang vaginanya.
Tubuh Riska menggeliat kencang di saat jari itu mulai mengorek-ngorek lubang kewanitaannya. Desah nafas Parno semakin kencang, dia nampak sangat menikmati adegan ‘pembuka’ ini. Ditatapnya wajah Riska yang megap-megap dengan tubuh yang menggeliat-geliat akibat jari tengah Parno yang menari-nari di dalam lubang kemaluannya.
“Cep.. Cep.. Cep..”, terdengar suara dari bagian selangkangan Riska. Saat ini lubang kemaluan Riska telah banjir oleh cairan kemaluannya yang mengucur membasahi selangkangan dan jari-jari Parno.
Puas dengan adegan ‘pembuka’ ini, Parno mencabut jarinya dari lubang kemaluan Riska. Riska nampak terengah-engah, air matanya juga meleleh membasahi pipinya. Parno kemudian menarik tubuh Riska turun dari becak, gadis itu dipeluknya erat-erat, kedua tangannya meremas-remas pantat gadis itu yang sintal sementara Riska hanya bisa terdiam pasrah, detak jantungnya terasa di sekujur tubuhnya yang gemetaran itu. Parno juga menikmati wanginya tubuh Riska sambil terus meremas remas pantat gadis itu.
Selanjutnya Parno mulai menikmati bibir Riska yang tebal dan sensual itu, dikulumnya bibir itu dengan rakus bak seseorang yang tengah kelaparan melahap makanan.
“Eemmgghh.. Mmpphh..”, Riska mendesah-desah di saat Parno melumat bibirnya. Dikulum-kulum, digigit-gigitnya bibir Riska oleh gigi dan bibir Parno yang kasar dan bau rokok itu. Ciuman Parno pun bergeser ke bagian leher gadis itu.
“Oohh.. Eenngghh..”, Riska mengerang-ngerang di saat lehernya dikecup dan dihisap-hisap oleh Parno.
Cengkeraman Parno di tubuh Riska cukup kuat sehingga membuat Riska sulit bernafas apalagi bergerak, dan hal inilah yang membuat Riska pasrah di hadapan Parno yang tengah memperkosanya. Setelah puas, kini kedua tangan kekar Parno meraih kepala Riska dan menekan tubuh Riska ke bawah sehingga posisinya berlutut di hadapan tubuh Parno yang berdiri tegak di hadapannya. Langsung saja oleh Parno kepala Riska dihadapkan pada penisnya.
“Ayo.. Jangan macam-macam non cantik.. Buka mulut kamu”, bentak Parno sambil menjambak rambut Riska.
Takut pada bentakan Parno, Riska tak bisa menolak permintaannya. Sambil terisak-isak dia sedikit demi sedikit membuka mulutnya dan segera saja Parno mendorong masuk penisnya ke dalam mulut Riska.
“Hmmphh..”, Riska mendesah lagi ketika benda menjijikkan itu masuk ke dalam mulutnya hingga pipi Riska menggelembung karena batang kemaluan Parno yang menyumpalnya.
“Akhh..” sebaliknya Parno mengerang nikmat. Kepalanya menengadah keatas merasakan hangat dan lembutnya rongga mulut Riska di sekujur batang kemaluannya yang menyumpal di mulut Riska.
Riska menangis tak berdaya menahan gejolak nafsu Parno. Sementara kedua tangan Parno yang masih mencengkeram erat kepala Riska mulai menggerakkan kepala Riska maju mundur, mengocok penisnya dengan mulut Riska. Suara berdecak-decak dari liur Riska terdengar jelas diselingi batuk-batuk.
Beberapa menit lamanya Parno melakukan hal itu kepada Riska, dia nampak benar-benar menikmati. Tiba-tiba badan Parno mengejang, kedua tangannya menggerakkan kepala Riska semakin cepat sambil menjambak-jambak rambut Riska. Wajah Parno menyeringai, mulutnya menganga, matanya terpejam erat dan..
“Aakkhh..”, Parno melengking, croot.. croott.. crroott..
Seiring dengan muncratnya cairan putih kental dari kemaluan Parno yang mengisi mulut Riska yang terkejut menerima muntahan cairan itu. Riska berusaha melepaskan batang penis Parno dari dalam mulutnya namun sia-sia, tangan Parno mencengkeram kuat kepala Riska. Sebagian besar sperma Parno berhasil masuk memenuhi rongga mulut Riska dan mengalir masuk ke tenggorokannya serta sebagian lagi meleleh keluar dari sela-sela mulut Riska.
“Ahh”, sambil mendesah lega, Parno mencabut batang kemaluannya dari mulut Riska.
Nampak batang penisnya basah oleh cairan sperma yang bercampur dengan air liur Riska. Demikian pula halnya dengan mulut Riska yang nampak basah oleh cairan yang sama. Riska meski masih dalam posisi terpaku berlutut, namun tubuhnya juga lemas dan shock setelah diperlakukan Parno seperti itu.
“Sudah Pak.. Sudahh..” Riska menangis sesenggukan, terengah-engah mencoba untuk ‘bernego’ dengan Parno yang sambil mengatur nafas berdiri dengan gagahnya di hadapan Riska.
Nafsu birahi yang masih memuncak dalam diri Parno membuat tenaganya menjadi kuat berlipat-lipat kali, apalagi dia telah menenggak jamu super kuat demi kelancaran hajatnya ini sebelumnya. Setelah berejakulasi tadi, tak lama kemudian nafsunya kembali bergejolak hingga batang kemaluannya kembali mengacung keras siap menerkam mangsa lagi.
Parno kemudian memegang tubuh Riska yang masih menangis terisak-isak. Riska sadar akan apa yang sebentar lagi terjadi kepadanya yaitu sesuatu yang lebih mengerikan. Badan Riska bergetar ketika Parno menidurkan tubuh Riska di lantai gudang yang kotor itu, Riska yang mentalnya sudah jatuh seolah tersihir mengikuti arahan Parno.
Setelah Riska terbaring, Parno menyingkapkan rok abu-abu seragam SMU Riska hingga setinggi pinggang. Kemudian dengan gerakan perlahan, Parno memerosotkan celana dalam putih yang masih menutupi selangkangan Riska. Kedua mata Parno pun melotot tajam ke arah kemaluan Riska. Kemaluan yang merangsang, ditumbuhi rambut yang tidak begitu banyak tapi rapi menutupi bibir vaginanya, indah sekali.
Parno langsung saja mengarahkan batang penisnya ke bibir vagina Riska. Riska menjerit ketika Parno mulai menekan pinggulnya dengan keras, batang penisnya yang panjang dan besar masuk dengan paksa ke dalam liang vagina Riska.
“Aakkhh..”, Riska menjerit lagi, tubuhnya menggelepar mengejang dan wajahnya meringis menahan rasa pedih di selangkangannya.
Kedua tangan Riska ditekannya di atas kepala, sementara ia dengan sekuat tenaga melesakkan batang kemaluannya di vagina Riska dengan kasar dan bersemangat.
“Aaiihh..”, Riska melengking keras di saat dinding keperawanannya berhasil ditembus oleh batang penis Parno. Darah pun mengucur dari sela-sela kemaluan Riska.
“Ohhss.. Hhsshh.. Hhmmh.. Eehhghh..” Parno mendesis nikmat.
Setelah berhasil melesakkan batang kemaluannya itu, Parno langsung menggenjot tubuh Riska dengan kasar.
“Oohh.. Oogghh.. Oohh..”, Riska mengerang-ngerang kesakitan. Tubuhnya terguncang-guncang akibat gerakan Parno yang keras dan kasar. Sementara Parno yang tidak peduli terus menggenjot Riska dengan bernafsu. Batang penisnya basah kuyup oleh cairan vagina Riska yang mengalir deras bercampur darah keperawanannya.
Sekitar lima menit lamanya Parno menggagahi Riska yang semakin kepayahan itu, sepertinya Parno sangat menikmati setiap hentakan demi hentakan dalam menyetubuhi Riska, sampai akhirnya di menit ke-delapan, tubuh Parno kembali mengejang keras, urat-uratnya menonjol keluar dari tubuhnya yang hitam kekar itu dan Parno pun berejakulasi.
“Aahh..” Parno memekik panjang melampiaskan rasa puasnya yang tiada tara dengan menumpahkan seluruh spermanya di dalam rongga kemaluan Riska yang tengah menggelepar kepayahan dan kehabisan tenaga karena tak sanggup lagi mengimbangi gerakan-gerakan Parno.
Dan akhirnya kedua tubuh itupun kemudian jatuh lunglai di lantai diiringi desahan nafas panjang yang terdengar dari mulut Parno. Parno puas sekali karena telah berhasil melaksanakan hajatnya yaitu memperkosa gadis cantik yang selama ini menghiasi pandangannya dan menggoda dirinya.
Setelah rehat beberapa menit tepatnya menjelang Isya, akhirnya Parno dengan becaknya kembali mengantarkan Riska yang kondisinya sudah lemah pulang ke rumahnya. Karena masih lemas dan akibat rasa sakit di selangkangannya, Riska tak mampu lagi berjalan normal hingga Parno terpaksa menuntun gadis itu masuk ke dalam rumahnya.
Suasana di lingkungan rumah yang sepi membuat Parno dengan leluasa menuntun tubuh lemah Riska hingga sampai ke teras rumah dan kemudian mendudukkannya di kursi teras. Setelah berbisik ke telinga Riska bahwa dia berjanji akan datang kembali untuk menikmati tubuhnya yang molek itu, Parno pun kemudian meninggalkan Riska dengan mengayuh becaknya menghilang di kegelapan malam, meninggalkan Riska yang masih terduduk lemas di kursi teras rumahnya.
Diposting oleh HaRy vanhoutten di 15.19 0 komentar
Nikmatnya Teman Pacarku
Sejak berpacaran dengan Lina, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas terkemuka di Bandung, yang berbeda dua angkatan dengannya, Andi mulai bergaul dengan teman-teman Lina. Aktifitas Lina membawanya sering berkumpul dengan anak-anak Hukum yang seperti teman-teman baru bagi Andi. Kenyataan ia satu-satunya anak Ekonomi saat berkumpul dengan teman-teman Lina membuatnya mudah dikenali. Dari sering berkumpul ini pula ia mulai kenal satu persatu anak Hukum. Sikapnya yang mudah bergaul membuat ia juga diterima dengan tangan terbuka oleh komunitas anak-anak Hukum.
Sebagai anak Ekonomi dan punya pengalaman organisasi lebih banyak dibanding teman-teman Lina, membuatnya sering memberikan wawasan baru bagi anak-anak Hukum angkatan Lina. Di sini juga ia menjadi kenal Lira, yang sama seperti teman Lina yang lain, sekedar kenal dengannya. Lira sering ikut datang karena statusnya sebagai pacar Boy, salah satu pentolan angkatan Lina. Tidak ada perhatian khusus Andi kepada Lira, kecuali tentu saja, sebagai laki-laki normal, dadanya yang super. Meski bersikap biasa kepada Lira dan cenderung bersikap sama terhadap teman Lina yang lain, kelebihan pada tubuh Lira kerap membuatnya tak kuasa melirik lebih dalam, terutama saat Lira memakai baju yang memamerkan lekuk tubuhnya secara sempurna, apalagi kulit Lira putih bersih dan mulus.
Perkenalan lebih terjadi saat Lina meminta Andi mengantarnya ke kost Lira karena perlu meminjam bahan kuliah. Saat itu pun Andi masih belum sadar Lira itu siapa, dan baru paham setelah disebutkan pacar Boy. Meminjam buku menjadi waktu bertamu yang lebih lama setelah Andi dan Lira ternyata punya selera musik yang sama. Obrolan itu masih dalam batas koridor pertemanan, hanya bedanya setelah itu, Andi jadi lebih ingat siapa Lira, paling tidak namanya. Lira sendiri sebetulnya bukan teman akrab Lina. Bisa dikatakan beda gank, tapi hubungan mereka baik.
Aktifitas mengantar Lina ke kampus pun kini menjadi lebih menyenangkan bagi Andi karena ia sering bertemu Lira. Namun, sekali lagi ini sebatas karena mereka punya selera musik yang sama. Paling tidak, saat menunggu Lina berurusan dengan orang lain, terutama di lingkungan organisasi mahasiswa kampus, Andi punya teman ngobrol baru yang nyambung diajak ngobrol. Lina pun merasa beruntung Andi mengenal Lira karena ia jadi lebih santai mengerjakan sesuatu di kampus terutama jika ia minta Andi menunggunya.
Sampai tiba masa-masa sibuk di organisasi mahasiwa Hukum yaitu pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa. Rapat-rapat sering digelar untuk merumuskan strategi kampanye. Kasihan kepada Andi, pada suatu hari Lina tidak minta ditunggu lagi oleh pacarnya itu, tapi ia minta dijemput lagi pukul empat sore, dua jam setelah rapat dimulai. Andi pun memutuskan untuk menunggu di kost-an salah satu teman yang kost di dekat kampus. Sayang, saat tiba di kost-kostan tersebut temannya sedang keluar. Tak habis akal ia menuju kost-an temannya yang lain. Namun, jalan ke kost-an temannya itu melewati kost-an Lira. Dari jalan, yang hanya berjarak sekitar 15 meter dari deretan kamar kost tersebut. Ia melihat Lira keluar dari kamarnya hendak menjemur handuk. Andi melambatkan motornya dan berharap Lira melihat. Dan, harapannya terkabul. Ia akhirnya memutuskan main di kost Lira sembari menunggu Lina selesai rapat.
"Lina lagi rapat ya?"
Lira membuka pembicaraan sambil sibuk menata rambutnya yang basah. Ia mempersilakan Andi duduk di atas karpet karena di kamarnya memang tidak ada kursi. Semua perabot terletak di bawah termasuk sebidang meja kecil tempat Lira belajar.
"Iya. Loe kok ngga ikut Lir?"
"Males. Gue tau pasti lama. Lagian sekarang kan yang rapat pentolan aja."
"Boy di sana juga?"
"Iyalah, dia kan proyeknya. Masa' dia ngga dateng. Ini juga gue lagi nungguin dia. Janjian ntar gue jemput jam enam, mau nonton."
Andi baru sadar kalau ini adalah malam Minggu dan ia belum punya rencana. Dari tadi pandangannya tidak lepas dari rambut ikal sebahu Lira yang basah habis mandi. Ia hanya bisa menelan ludah melihat Lira yang seksi sekali dalam kondisi seperti itu. Aroma yang cukup familiar baginya merebak dari rambut Lira yang masih basah.
"Shampo loe shampo bayi ya, Deedee kan, rasa strawbery?"
"Hahaha, kecium ya, kok tau sih?
"Yah, elo Lir, gue kan juga pake Deedee. Cemen yah?"
"Buset, orang kayak loe shamponya Deedee? Lina yang mau apa emang elo yang suka?"
"Gue udah pake shampo itu sejak SMA,"
"Hihihi..., geli gue, lucu aja, liat loe shamponya Deedee," ledek Lira sambil tertawa geli.
Keduanya terdiam sesaat. Sampai tawa Lira berderai lagi.
"Kok sama lagi sih. Kita emang udah jodoh ketemu kali nih. Jodoh jadi temen gitu maksud gue."
Lira berusaha meluruskan kalimatnya karena sadar perkataannya bisa diartikan berbeda. Keduanya memang saling nyambung awalnya karena punya selera musik yang sama.
"Mungkin kali ya...., loe bocor sih," sahut Andi terkekeh.
Obrolan pun terus berlanjut mengalir seperti sungai. Lira yang cerewet selalu punya bahan pembicaraan menarik demikian pula dengan Andi. Uniknya obrolan tersebut selalu nyambung. Di tengah ngobrol Andi sekali-sekali melirik dua tonjolan di dada Lira yang luar biasa ranum. Soal cewe, selera Andi memang yang memiliki dada besar. Ia sudah bersyukur punya Lina yang berdada lumayan berisi, namun melihat Lira, rasanya rugi kalau diabaikan, membuat darahnya berdesir kencang.
Saat melihat dari jalan tadi, Andi menemukan Lira hanya memakai kimono mandi dan sedang menjemur handuk. Ia sempat diminta menunggu cukup lama oleh Lira karena harus berpakaian dulu. Harapannya, Lira keluar dengan pakaian lebih tertutup, tapi yang didapati adalah Lira hanya memakai tank top putih yang memamerkan ceplakan branya dengan jelas hingga renda-renda di dalamnya berikut celana pendek yang membuat 3/4 pahanya terbuka.
"Eh, Lir, gue mo nanya nih...."
"Apaan?"
"Tapi jawab jujur ya...."
"Apaan dulu??
"Ya ini gue mo nanya?."
"Oke, jujur...."
"Anak-anak Hukum sebetulnya risih ngga sih gue sering ngumpul bareng mereka."
"Angkatan gue??
"Iya."
"Jujur kan?...Ngga, yakin gue. Eh, tapi maksudnya ngumpul karena loe nemenin Lina kan?"
"Iya."
"Ya ngga sama sekali. Yang suka sama loe banyak kok."
"Bener loe? Kalo cowo-cowonya gimana?"
"Ngga juga. Kenapa sih? Ya kalo ada paling yang dulu naksir Lina tapi keserobot elo?hahahaha...."
"Sialan loe?, serius nih gue."
"Gue juga serius. Bener kok, percaya deh sama gue."
"Mereka, terutama yang cewe, malah yang gue tau pada keki sama Lina."
"Keki kenapa? emang salah gue apa?"
"Maksudnya keki soalnya Lina dapet cowo kayak elo."
"Emang gue kenapa?"
"Ya?loe kan sabar banget tuh mau nungguin Lina, terus gabung sama kita-kita, maen bareng?"
"Gitu ya...?"
"Iya pak Andi. Nih ya, gue kasih bandingan: cowo gue yang dulu, itu sama sekali ngga mau gabung. Sebates nganterin gue aja. Sombong banget, kayak ngeliat apaan gitu kalo kita ngumpul. Ngga tau, pembawaan anak teknik kali ya, berasa pintar sedunia."
Lira nyerocos tapi dari sorot matanya terlihat ia sangat serius.
"Dulu gue tuh sering nahan hati soalnya cowo gue itu diomongin terus sama temen-temen gue. Sombong lah, belagu lah. Ya mereka sih ngomongnya baik-baik, minta gue ajak dia bergabung. Tapi cowo gue ngga mau gimana. Jadi serba salah kan?"
"Anak teknik? Dani maksud loe?"
"Betul pak! Dani. Mungkin juga karena ketuaan kali ya? Tapi ngga tau ah! Nah, ketika loe masuk dan mau mencoba berbaur. Temen-temen gue, ngga cewe ngga cowo, jelas seneng. Apalagi loe bisa nyambung. Yang cowo respek sama loe, yang cewe,....hihihi, demen."
Lira sengaja hanya sampai kata itu. Sebetulnya ia ingin bilang ke Andi bahwa anak-anak, cewe-cewe tentunya, banyak yang naksir Andi.
"Demen apaan?" Andi berusaha memaksa Lira memperjelas omongannya sambil tergelak.
"Ya demen...ih, loe GR ya?" kata Lira sambil menunjuk Andi.
"GR apaan? kan gue cuman minta diperjelas,"
"Nih ya, ada satu temen gue yang bilang berharap banget loe putus sama Lina. Katanya, gue mau deh, biar bekas temen juga...tuh..."
"Yang bener loe? Siapa?"
"Ngga usah gue kasih tau. Kalo perasaan loe peka, loe pasti tau deh! Eh, bener tuh, dalem hati loe pasti seneng juga kan disenengin cewe-cewe....hahaha."
"Sialan loe!" balas Andi sambil terkekeh.
Tanpa sadar, Andi mendorong paha kiri Lina. Sejak perkenalan pertama mereka saat ngumpul bersama teman-teman yang lain sepuluhan bulan yang lalu. Baru kali ini mereka benar-benar saling bersentuhan secara fisik. Meski sebuah sentuhan tanpa maksud apa-apa, tak kurang Lira tertegun sejenak. Syaraf sensorik di pahanya seperti mengalirkan sesuatu yang menbuatnya berdesir. Hampir tidak ada yang tahu, bagian yang didorong dan disentuh Andi justru bagian paling sensitif pada Lira, bagian yang mampu mengalirkan perasaan erotik dalam diri cewe berumur 20 tahun itu.
Lira berusaha tidak memandang mata Andi, tapi ia tak kuasa menahannya. Rangkaian kejadian yang hanya berlangsung sekitar satu detik itu seperti membuat tubuhnya mengalirkan darah demikian cepat.
"Eh, Lir, sorry ya kalo terlalu keras. Ngga sakit kan?"
Kali ini Lira malah berharap Andi kembali menyentuhnya. Desiran akibat sentuhan tak sengaja tadi benar-benar membuatnya merasakan sensasi yang selama ini belum pernah ia rasakan. Tapi, ia berusaha mengendalikan diri. Pahanya yang merinding tersentuh tangan Andi berusaha ia tutupi.
"Ngga kok Ndi, ngga papa, cuma kaget."
"Aduh, gue jadi ngga enak. Bukan maksud gue mau lancang ke loe kok, Lir reflek aja."
"Iya gue tau," Lira berusaha menahan agar mulutnya tidak mengatakan bahwa bagian yang Andi sentuh adalah daerah paling sensitif dari tubuhnya.
Andi benar-benar jadi tidak enak dan salah tingkah. Lira bukan tidak menyadari hal tersebut. Ia kini paham, Andi memang bukan tipe cowo yang suka merayu perempuan, bukan cowo yang suka pegang-pegang perempuan sembarangan. Memang tidak salah teman-teman di kampusnya banyak yang suka pada Andi. Sikapnya gentleman banget, sama sekali tidak terlihat dibuat-buat. Dan, kenyataannya Andi memang benar-benar menyesal telah berlaku kasar, menurut ukurannya, kepada seorang perempuan. Ia adalah laki-laki yang paling tidak bisa berbuat kasar pada perempuan.
"Gue juga termasuk yang dongkol sama Lina, kenapa gue justru nyambung sama cowo-nya...hahaha," Lira berusaha mencairkan suasana dengan melontarkan joke yang sejujurnya ngga lucu.
Andi pun tertawa meski masih agak dipaksa. Ia benar-benar merasa bersalah karena tanpa terkontrol menyentuh paha Lira terlalu dalam. Maksudnya hanya pengakuan 'kekalahan' karena didesak soal banyak perempuan yang menyenanginya. Sejujurnya ia juga suka Lira karena ia anggap perempuan yang suka bicara tanpa basa basi, apalagi dengan orang yang ia rasa bisa membuatnya nyaman. Sikapnya itu membuat Andi merasa lebih dekat dengannya, meski dengan dasar suka sebagai teman.
Dari sisi laki-laki, Andi juga terkesiap dengan sentuhannya itu. Ia jadi menyadari Lira memiliki tubuh yang kencang dengan kulit yang halus. Benar-benar membuat kelaki-lakiannya bangkit. Ingin rasanya berbuat lebih dari itu. Tapi ia tidak tahu harus bagaimana. Ia juga sadar, situasi seperti ini sudah cukup sebagai tanda bahaya bagi dua insan berlainan jenis yang berada dalam satu ruangan. Hanya ia juga tak kuasa dan tak mengerti bagaimana menghentikannya. Langsung pergi, jelas akan membuat Lira marah, ia bisa menangkap bahwa Lira tidak menginginkan itu.
Masih diliputi perasaan tak menentu dan membuatnya tertegun seperti patung, Andi terkejut ketika Lira sudah menjulurkan tangan dan meraih tangannya. Tapak tangannya digenggam kedua tangan Lira dan diarahkan ke bibirnya. Dalam keadaan terbuka, Lira menciumi perlahan-lahan permukaan telapak tangan kanannya. Andi benar-benar tegang bercampur kaget. Ia tahu itu sudah lebih dari sekedar pertanda Lira menginginkan sesuatu, lebih dari sekedar sentuhan tanpa sengaja. Lira pun bukan tanpa maksud seperti itu. Ia sadar antara dirinya dan Andi baru benar-benar kenal beberapa bulan belakangan. Tapi, akal sehatnya tak kuasa menahan keinginannya untuk disentuh lebih dalam oleh Andi.
Andi benar-benar bimbang. Ia tahu, Lira sudah membuka gerbang dan kini dialah yang harus memainkan bola. Semua ada di tangannya. Di antara bimbang untuk meneruskan, yang artinya ia dan Lira sudah melanggar komitmen pada pasangan masing-masing, atau menghentikan, yang artinya ia bisa kehilangan kesempatan merasakan sesuatu yang selama ini sering membuat badannya bergetar dan hanya ia lampiaskan pada Lina, tangannya seperti bergerak sendiri membelai pipi kiri Lira. Jantung Andi berdegup kencang, bukan lagi takut Lira akan menolak, tapi sadar ia telah membuat sebuah pilihan penuh resiko tapi pasti sangat menyenangkan.
Lira tersenyum. Merasakan belaian lembut jemari Andi di pipinya. Andi pun bergerak menyisir leher dan tengkuk Lira. Sampai di punggung, tangan kirinya ikut merangkul Lira dan seketika keduanya sudah berpelukan. Lira membenamkan seluruh tubuhnya ke Andi. Pelukannya bahkan lebih kuat dari Andi dan pantatnya ia geser mendekat. Keduanya masih duduk di lantai beralaskan sebuah karpet tebal berwarna merah. Andi mengangkat wajah Lira perlahan. Ia bisa melihat Lira tersenyum bahagia merasakan kehangatan tersebut. Andi sadar, ia melakukannya bukan untuk mengejar perasaan Lira, tapi lebih pada nafsu. Nalurinya sebagai laki-laki berkata bahwa ini adalah kesempatan merasakan nikmatnya tubuh seksi Lira yang selama ini sudah ia kagumi. Dalam hati ia terus membatin untuk tidak tanggung-tanggung dan ragu. Ia bertekad menunjukkan pada Lira bahwa ia memang laki-laki sejati. Sambil mulai menjilati daun telinga Lira, Andi berusaha membisikkan kata-kata rayuan ke telinga Lira.
Glek! Mulutnya justru seperti terkunci. Semuanya sangat sulit untuk dikatakan. Balasan Lira hanya sebuah erangan manja berikut usapan halus disekujur punggung Andi. Tanpa ragu ia mendekatkan bibirnya yang merekah menyentuh bibir Andi. Halus, lembut dan perlahan penuh perasaan, keduanya saling mengulum bibir lawannya. Berpagutan dan saling bertukar lidah membuat suasana semakin hangat.
"Ndi...," Lira berusaha mengontrol dirinya. Ia ingin terus merasakan belaian laki-laki yang dikaguminya itu.
Andi tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Ia paham ini adalah titik kebimbangan Lira. Memaksa Lira menyelesaikan apa yang ingin dikatakannya sama saja berpeluang menghentikan semuanya. Ia terus mencium Lira penuh kehangatan. Tangannya mulai menggerayangi sisi kiri tubuh Lira dan berbalik ke atas menuju sebuah bongkah daging keinginan setiap laki-laki. Ia mulai dengan meraba permukaannya halus dan meremasnya pelan. Persis seperti yang ia lakukan pada Wita, sahabatnya, beberapa tahun silam. Perbuatan berdasarkan naluri yang membuat ia dan Wita hampir mengakhiri persahabatan erat yang mereka bangun sejak masuk kuliah, runtuh hanya bersisa nafsu.
Andi seperti merasakan kembali sensasi itu. Sensasi bercumbu dengan perempuan yang rela menyerahkan tubuhnya secara total pada dirinya. Sesuatu yang justru tidak ia rasakan saat melakukannya pertama kali dengan Lina. Status berpacaran membuat mereka mudah melakukan apapun seperti ciuman, pelukan, bahkan rabaan. Andai dulu ia mengabaikan pertanyaan Wita apakah mereka benar melakukan hal tersebut, ia dan Wita saat ini pasti sudah tak ubahnya dua insan yang saling mengejar nafsu. Tidak ada lagi keindahan persahabatan dan keagungan sebuah kedekatan yang tidak dilandasi nafsu, murni sebuah kasih sayang dua manusia yang saling membutuhkan.
Tapi dulu tindakannya tepat. Karena, ia dan Wita lebih membutuhkan hubungan tanpa berlandaskan nafsu birahi. Walaupun akhirnya ia dan Wita menghentikan semuanya sebelum keduanya bersatu dalam sebuah persetubuhan, perlu waktu berbulan-bulan untuk membangun kembali landasan yang telah mereka hancurkan sendiri.
Kini, terhadap Lira, semuanya berbeda. Tidak ada halangan untuk melakukannya saat ini. Benar atau salah, itu soal nanti, karena saat ini nafsulah yang melandasi hubungan dirinya dengan Lira. Lira bukan teman dekatnya. Sejak awal ia tertarik pada Lira karena tubuh Lira yang menggoda iman. Kalau kemudian ia menjadi dekat dengan Lira karena sesuatu hal, itu tak ubahnya alat untuk masuk ke dalam perasaan Lira.
Remasannya ke dada Lira semakin kuat. Tanpa ragu, ia menyisipkan jarinya dari sisi atas untuk merasakan langsung lembutnya bongkahan indah itu. Lira mengerang dan berusaha mendekap Andi lebih kuat. Tangan Andi meremasnya makin kuat dan semakin ia merasakan betapa kencangnya dada Lira. Kencang, halus dan terawat. Ia pun kagum kepada Lira yang menyadari bahwa bagian tubuhnya yang sedang remas Andi adalah daya tarik utama dirinya, terbukti dari hasil perawatan yang dilakukannya itu. Sembari tangan kanannya meremas dada Lira, dan lidahnya menjilati leher Lira. Tangan kirinya membuka pengait bra di belakang. Sekali terbuka, kedua tangannya menyusup dari bawah dan mengangkat pakaian Lira melewati leher.
Dan sekejab ia langsung bisa melihat bukit besar menantang itu langsung di depan matanya. Sejenak ia kembali mengagumi keindahan yang terpampang di depan matanya itu. Dua bongkah daging yang sejak setahun lalu membuat dirinya kerap tak bisa tidur. Tak berlama-lama puting susu Lira sudah menjadi sasaran mulutnya. Kuluman bibir, gigitan kecil plus sapuan lidah membuat Lira terlonjak tak bisa menahan diri. Badannya menegang setiap Andi menghisap putingnya. Ingin rasanya Andi mengecup kuat area di kulit yang menutupi tonjolan dada Lira, tapi ia sadar hal tersebut akan mempersulit posisi Lira. Apalagi Lira memohon dengan suara lirih.
"Jangan ada...bekasnya...Ndi...."
Dua bukit besar itu seperti mainan baru bagi Andi. Ia juga sering merasakannya dari Lina, tapi yang disodorkan Lira dua kali lebih nikmat. Lina juga keras dan kencang, tapi tidak sebesar Lira. Besar tapi masih proporsional. Ia bisa merasakan puting Lira menyentuh telinganya saat ia berusaha membenamkan kepalanya ke sela-sela di antara dua bukit tersebut.
Erangan pelan mulai terdengar keras keluar dari mulut Lira. Nafas Lira mulai memburu dan matanya terpejam. Mulutnya sedikit terbuka dan setiap isapan Andi di putingnya mengeras, kepalanya terlonjak ke belakang. Tangannya hanya bisa menekan kuat punggung Andi. Kendali dirinya benar-benar sudah hilang tertutup kenikmatan isapan dan sapuan lidah Andi di kedua payudaranya. Bahkan angin dingin khas kota Bandung yang kencang dari luar sudah tak terasa lagi di kulitnya. Tak hanya Lira yang terlena, Andi pun semakin bernafsu menggarap buah dada Lira yang menggairahkan itu. Sensasinya seperti mendapatkan sebuah mainan baru. Ia menjelahi setiap titik buah dada Lira tanpa terlewatkan. Ia ingin tahu reaksi apa yang diberikan Lira setiap ia menjelajah setiap permukaan buah dada itu.
Keduanya sedikit tersentak ketika pintu kamar Lira tertutup sendiri tertiup angin kencang dari luar. Andi terdiam dan memandangi Lira sesaat.
"Geblek, lupa ditutup...."
Andi langsung bangkit dan memeriksa keadaan di luar dari jendela, apakah ada mata-mata tersembunyi yang menyaksikan perbuatan mereka.
"Kunci Ndi..., sekalian korden..."
Sebut Lira dengan suara parau dan lemah.
Lira langsung menggamit lengan Andi dan memeluk laki-laki itu dan menempelkan keningnya ke dada bidang penuh bulu itu. Menunduk, ia bisa melihat puting buah dadanya menempel di atas perut Andi.
"Ndi..., tolong...,"
Ia melepaskan tangan Andi yang mengusap-usap halus punggungnya. Tangan kanannya membimbing tangan Andi ke arah selangkangannya. Ia merasakan sendiri sedikit demi sedikit kewanitaannya mulai basah mengalirkan cairan hangat. Ia tahu persis telah dihinggapi nafsu.
Sejenak Lira was-was. Ia takut Andi melakukannya tindakan bodoh seperti laki-laki lain yang tidak peduli fase-fase seksualitas wanita. Ia ingin dilayani juga sebagai makhluk yang juga memiliki nafsu. Selama ini, yang ia alami hanya melayani keinginan laki-laki tanpa ada balasan dari laki-laki itu.
Tapi kekhawatirannya segera lenyap saat Andi menyambut bimbingan tangannya dan mulai aktif menggerayangi daerah kewanitaannya. Dimulai dengan usapan lembut di atas daerah vaginanya yang masih tertutup dua lapisan, celana dan celana dalam. Dilanjutkan gosokan sedikit keras yang menekan alat genitalnya. Sekali lagi, saat Andi menyentuh paha bagian dalamnya, darahnya berdesir kencang, nafsunya semakin melonjak.
Aliran darah seketika seperti mengalir deras di tengah-tengah selangkangannya. Andi pun tak mau berlama-lama menunggu. Sekali tarik, ia meloloskan celana pendek dan celana dalam yang membuat Lira makin tak berdaya telanjang bulat. Tangan Andi mulai mengusap-usap klitoris dan bagian luar vaginanya. Rasanya seperti melayang setiap sapuan jemari Andi mengenai alat kelaminnya itu. Dipadu permainan lidah di putingnya, Lira semakin lemah tak berdaya. Lututnya terasa lemas yang membuat Andi semakin mudah menjelajahi daerak kemaluannya karena menjadi terbuka.
Tak tahan melakukannya sambil berdiri, Lira memundurkan tubuhnya dan menjatuhkan badannya ke ranjang. Lututnya ditekuk dan kedua pahanya ia buka lebar-lebar. Andi melepas sendiri kaus yang dikenakannya dan tak menyia-nyiakan pemandangan indah bibir-bibir vagina berwarna coklat muda yang terpampang di depannya. Bulu-bulu kemaluan Lira sangat terawat karena terlihat dari cukuran yang rapi. Bulu-bulu itu hanya tersisa di atas klitoris dan panjangnya tidak ada yang melebihi satu milimeter.
Sambil memeluk pinggang Lira dengan tangan kiri, ia mulai memainkan jari kanannya di seluruh permukaan kewanitaan Lira. Pengalaman dengan Lina mengajarkannya untuk tidak langsung memasukkan jari ke dalam vagina. Ia lebih mementingkan usapan di klitoris. Dengan ibu jari dan jari tengah, ia membuka kulit penutup klitoris. Jari telunjuknya mulai meraba-raba permukaan klitoris yang menyembul berwarna merah muda. Lonjakan pantat Lira terasa kuat setiap ia mengusap klitoris itu dibarengi erangan keras dari mulut Lira. Lira meremas-remas sendiri buah dadanya. Ia menahan kenikmatan luar biasa yang dirasakannya.
Puas jemarinya memainkan klitoris Lira, lidahnya mulai bergabung. Setiap jilatan sanggup membuat Lira menjerit. Kedua pahanya berusaha menjepit kepala Andi yang membuat Andi semakin ganas memainkan lidahnya. Sesekali permainan itu ia gabung dengan isapan keras klitoris Lira. Tak usah ditanya reaksi Lira karena perempuan muda itu semakin berisik mengeluarkan erangan dari mulutnya.
Rasanya memang gila permainan mereka, karena jika erangan Lira terdengar sampai keluar, entah apa yang akan terjadi.
Andi sudah mengarahkan lidahnya turun menuju vagina Lira ketika Lira menahan tubuh Andi dan bangkit meraih kancing celana Andi dan melepasnya. Bersama celana dalam, satu sorongan ke bawah langsung menjulurkan batang kemaluan Andi yang sudah mengacung sejak tadi. Lira tahu, apa yang mereka lakukan adalah perbuatan bersama dan kini gilirannya membelai, mencium, menjilat, dan meremas milik Andi. Tak canggung ia menggenggam penis Andi yang mengacung keras. Kedua tangannya mengenggam bersama, terasa besar dan penuh penis itu memenuhinya.
Satu kocokan, kini giliran Andi yang terpaksa memejamkan mata merasakan nikmatnya genggaman tangan halus nan hangat itu. Dari bawah, Lira melirik ke atas dan tersenyum kepada Andi yang berlutut di kasur. Ia paham arti senyum balasan Andi. Tanpa berlama-lama lagi, ia lumat batang tersebut di dalam mulutnya. Sedikit gigitan, ia jilat seluruh permukaannya yang mengkilat itu. Urat-urat di sekujur penis Andi semakin membuat nafsunya memuncak. Ingin rasanya segera merasakannya merayap di dinding vaginanya. Andi terengah merasakan isapan dan kulumannya. Masih ada sedikit rasa dongkol pada Lina, kenapa temannya itu yang bisa mendapatkan laki-laki yang mampu menggetarkan hati setiap wanita itu.
Di tengah usahanya memasukkan seluruh batang kemaluan Andi kemulutnya, Lira hampir tersedak karena ujung kemaluan Andi menyentuh pangkal rongga mulutnya sementara di luar masih tersisa. Ia semakin bernafsu mengulum penis ini. Pelan tapi pasti ia keluar masukkan penis itu di mulutnya. Lidahnya ia sentuhkan ke ujung penis yang kokoh itu. Ia paham laki-laki amat senang diperlakukan seperti itu. Terlihat dari paha Andi yang semakin terbuka membuat penisnya makin mengacung kencang. Seketika ia melihat penis Andi, Lira langsung merasakan rangsangan semakin besar dalam dirinya. Tanpa ragu ia berusaha memberikan pelayanan sempurna pada Andi, laki-laki yang sanggup membuatnya panas dingin meski hanya beradu pandang. Ia ingin Andi merasakan kenikmatan terdalam pelayanan perempuan.
Lira memang tidak salah karena Andi pun mulai merasakan apa yang diharapkannya. Baru kali ini Andi merasakan perlakuan total perempuan selain Lina terhadap dirinya. Apalagi saat Lira mulai menjilati dan mengulum kantung buah zakarnya. Semuanya terasa berbeda, benar-benar sensasi yang memabukkan. Selain merasakan nikmatnya kuluman dan isapan Lira, pemandangan indah sekaligus ia dapatkan. Posisi Lira yang merangkak setengah menunduk membuat bongkahan pantatnya menjulang ke atas. Pasti nikmat membenamkan penisnya ke kemaluan Lira sekaligus menggenggam dan mengusap pantat yang padat dan berisi itu.
Lira merasa belum cukup ketika Andi menarik lengannya. Tapi, ia mengikuti saja keinginan pujaan barunya itu dan menyambut kecupan hangat Andi di bibirnya. Ia merebahkan tubuhnya sembari menarik Andi. Lira sudah tahu kelakuan laki-laki. Jika sudah menarik dan merebahkan tubuh perempuan berarti laki-laki itu sudah ingin melakukan penetrasi.
Namun, dugaannya meleset. Andi justru merebahkan badannya di sisi Lira. Berbaring miring, Andi mengisap lagi buah dadanya. Lira semakin kagum akan laki-laki yang satu ini, benar-benar penuh kendali diri. Ia semakin kaget ketika jemari Andi mulai bermain lagi di sekitar kemaluannya. Kali ini usapannya sedikit keras dan cepat menggosok klitorisnya. Lira menggelinjang menerima perlakuan Andi. Benar-benar laki-laki penuh misteri, pikirnya.
Laki-laki sempurna, pikir Lira menyadari betapa beruntungnya ia berhasil mendapatkan Andi seperti sekarang. Bisa mendapatkan lagi sesuatu yang dulu hilang direnggut kejamnya Dani terhadap dirinya. Kalau saja ia tahu Dani hanya mempermainkannya saat itu, tidak akan ia mau menyerahkan semua kehormatannya kepada laki-laki brengsek pengecut itu. Rasanya muak hatinya mendengar semua orang membicarakan perkawinan Dani saat ia baru dua bulan memadu kasih dengan laki-laki keparat itu.Untung Boy hadir sebagai penyelamat. Ia sayang pada laki-laki ini, tapi kadang perasaannya tak tega melihat kebaikkan hati Boy.
Tapi kali ini ia ingin total merasakan kehangatan Andi. Kekagumannya membuat ia semakin senang akan apa yang dilakukan Andi padanya saat ini. Menikmati usapan jemari Andi yang cepat itu membuatnya ia sanggup melupakan semua pikirannya pada dua laki-laki yang telah sempat mengisi relung hatinya.
Di tengah lonjakan-lonjakan kecil menikmati permainan Andi, tiba-tiba ia merasakan sekujur tubuhnya sebuah rambatan energi tiada tara yang membuat sejenak dirinya seperti melayang. Suara-suara di sekitarnya seketika seperti lenyap, hanya terasa desiran tiada tara yang membuat tubuh sempat terbujur kaku sejenak dan berikutnya terlonjak-lonjak demikian kuat yang semakin lama semakin melemah frekuensi dan intensitasnya. Matanya terpejam, ia baru saja merasakan sensasi terbesar yang belum pernah sekalipun ia rasakan dengan laki-laki lain. Liang vaginanya pun terasa berdenyut lebih kuat dan saat semuanya belum mereda, Andi sudah menindih tubuhnya. Ia bisa merasakan bobot tubuh Andi terutama di bagian bawah pinggangnya. Tangan Andi sudah tegak di sisi buah dada Lira kekar menopang badannya sendiri. Ia bisa merasakan bagian tubuh bawah Andi bergerak-gerak berusaha mengarahkan acungan penisnya. Lira pun langsung meraih penis nan kokoh itu dan membimbingnya ke ujung vaginanya.
Andi tersenyum dan Lira membalasnya dengan senyuman manis diiringi anggukan penuh kepasrahan tanpa paksaan. Terasa Andi mendorong kuat pantatnya dan Lira juga bisa merasakan rengsekan batang kemaluan Andi di dinding vaginanya. Sungguh halus dan penuh perasaan Andi memasukkan penisnya ke vagina Lira. Perlahan cairan di dalam vagina melumasi permukaan penis Andi. Tak ada rasa sakit sama sekali meski penis tersebut lebih besar ketimbang milik Dani dan Boy. Itu karena Andi melakukannya tanpa terburu-buru dan tanpa memaksa. Mulai terasa perih ia menarik kembali penisnya sedikit dan membenamkannya lagi sampai akhir seluruh penisnya dilumat vagina Lira. Sodokan pertama penis tersebut masuk seluruhnya sanggup menyentuh bagian dalam vagina Lira yang belum pernah tersentuh sebelumnya. Lira pun merasakan sekali lagi kenikmatan luar biasa itu. Apalagi, Andi tidak langsung memompa pantatnya cepat-cepat dan keras. Pertama masuk penuh, ia menahannya dan memandangi wajah Lira dan kali ini ditambah sebuah kecupan mesra. Lira seperti diawang-awang diperlakukan seperti itu. Ia merasa dirinya demikian berharga di hadapan Andi,
Andi sendiri merasa telah memenangi sebuah peperangan. Penisnya yang sudah bersarang di vagina Lira adalah sebuah tanda babak baru hubungannya dengan Lira yang tidak akan mudah dikembalikan seperti sedia kala. Bersatunya kedua tubuh mereka adalah sebuah ikatan emosi yang hanya bisa dirasakan oleh Andi dan Lira, tak seorangpun bisa merasakan itu.
Setelah itu, mulailah Andi menggerakkan pantatnya mengangkat dan menekan yang membuat penisnya keluar masuk bergesekan dengan liang vagina Lira. Hangat dan lembut bisa Andi rasakan lewat sekujur penisnya dari dalam vagina Lira.
Lira menyambut setiap gerakan Andi dengan jepitan dan gerakan kecil pantatnya. Dari mulutnya keluar erangan yang semakin lama semakin keras dan cepat berirama. Melihat Lira terpejam dan mengerang dengan mulut yang sedikit terbuka sambil mendongakkan kepala membuat Andi makin bernafsu. Lira semakin seksi dalam kondisi seperti itu. Lehernya yang putih dan guncangan kuat pada buah dadanya membuat Andi semakin ingin membenamkan penisnya dalam-dalam di vagina Lira. Apalagi setiap ujung penisnya menyentuh pangkal vagina Lira. Rasanya sungguh tiada tara. Derit ranjang mulai terdengar seiring semakin kuatnya sodokan Andi. Tapi mereka sudah tidak peduli. Lira bukan tidak menyadari seseorang pasti ada yang mendengar deritan tersebut di bawah. Apalagi kalau teman kost yang menempati kamar di bawahnya sedang berada di kamar. Tapi ia yakin semua temannya akan maklum.
Semakin kuat dan cepat sodokan Andi membuat Lira merasakan lagi desakan rasa luar biasa yang akan tiba. Ia hanya bisa mencengkram punggung Andi keras-keras ketika desiran itu semakin kuat dan mencapai puncak. Kepalanya benar-benar mendongak ke atas hingga kedua bola matanya hanya terlihat tinggal putihnya. Setelah sampai, sekali lagi ia merasakan tubuhnya ringan dan aliran darah mengalir deras ke arah vaginanya. Dinding vaginanya berdenyut kuat hingga Andi juga bisa merasakannya. Andi langsung menghentikan gerakannya membiarkan penisnya merasakan cengkraman kuat yang terjadi hanya beberapa detik itu. Tindakan Andi juga membuat Lira merasakan kenikmatan luar biasa. Kali ini terasa lebih nikmat karena denyutan vaginanya tertahan penis Andi yang sedang membenami kemaluannya itu. Semakin banyak saja kekaguman Lira pada Andi. Tahu kapan ia akan merasakan puncak kenikmatan dan menghentikan sodokan membuat Lira bisa merasakan sepenuhnya kenikmatan tersebut. Sebuah teknik bercinta yang baru kali ini Lira rasakan.
"Andi...,nikmat sekali...,"
Lira memeluk Andi kuat-kuat dan menciumi pipi dan pundak laki-laki itu. Sekali lagi Andi tersenyum membalas Lira.
"Enak?"
"Banget!" Jawab Lira singkat dan tegas.
"Gaya lain...?"
Lira langsung mengangguk dan menunggu aba-aba Andi gaya apa yang diinginkan Andi.
Andi membalik badan Lira dan mengangkat badan bagian bawah Lira dengan memeluk pinggang dari belakang. Lira langsung berdebar-debar begitu tahu Andi ingin melakukan gaya doggy. Missionari saja sudah sanggup mencapai pangkal vaginanya, apalagi doggy.
Tak menunggu lama Andi langsung memasukkan penisnya. Lira menunduk sambil menggigit bibirnya merasakan seluruh penis Andi terbenam makin dalam di vaginanya. Pantatnya terangkat tinggi yang membuat Andi semakin tak bisa mengendalikan birahinya. Kali ini Andi langsung mendorong dengan cepat dan Lira mengikuti irama dengan mendorong pantatnya ke belakang. Keduanya sama-sama merasakan kenikmatan yang lebih dalam.
Masuk hitungan belasan menit menyodok vagina Lira, belum ada tanda-tanda dorongan Andi melemah. Sebaliknya justru makin kuat, membuat Lira makin bernafsu. Tetesan peluh mulai membasahi keduanya, namun baik Lira dan Andi justru makin bersemangat. Lira, yang bisa dua kali beruntun merasakan kenikmatan puncak saat disodok Andi dari belakang justru semakin ingin merenguk terus kenikmatan itu. Pantat dan pinggangnya makin bergerak liar membuat Andi tak mampu menahan lenguhannya.
Tiba-tiba ganti Lira yang berinisiatif. Ia lepaskan penis Andi dari vaginanya dan mendorong Andi sampai terlentang. Ia langsung memanjat tubuh Andi dan duduk di atas acungan penis Andi yang masih kokoh berdiri. Melihat Lira bergerak naik turun, Andi tak kuasa untuk tidak meremas buah dada Lira yang terguncang-guncang. Telapaknya yang besar berusaha meraup seluruh permukaan buah dada itu, tapi tidak pernah berhasil. Remasannya makin kuat membuat Lira makin mempercepat gerakannya.
Sekali lagi Lira harus mengaku kalah. Karena meski ia telah mencoba berbagai goyangan yang dipadu dengan gerakan naik turunnya, justru ia yang kembali merasakan desakan kenikmatan dari liang vaginanya. Lira langsung ambruk menindih Andi yang sudah siap menerimanya dengan pelukan mesra dan kecupan hangat di ubun-ubunnya.
"Kamu kuat banget Ndi..."
"Kamu di bawah lagi ya...?"
Lira mengangguk lemah dan menggulingkan badannya ke sisi kanan Andi.
Sebelum Andi memasukkan lagi penisnya ke vagina Lira, Lira memberikan sesuatu yang belum pernah ia lakukan pada laki-laki manapun yaitu memasukkan penis tersebut ke mulutnya. Sebelumnya ia tidak mau mengulum penis yang sudah masuk ke vaginanya. Tapi, untuk Andi, yang telah memberikannya kenikmatan tiada tara, ia lakukan itu.
Puas mengulum dan menjilati penis yang dipenuhi lendir sisa persetubuhan mereka, Lira kembali merebahkan dirinya dan menyuruh Andi memulai lagi aksinya. Andi langsung bergerak dan dorongan seperti saat pertama mereka memulainya yaitu perlahan dan terus semakin lama semakin kuat dan cepat. Lira sudah pasrah kalau ia harus sekali lagi merasakan orgasme, tapi baru ia berpikirbegitu, tiba-tiba sodokan Andi terasa lebih keras dari sebelumnya. Sesaat kemudian Andi mengerang panjang dan menyodokkan penisnya sangat kuat beberapa kali. Lira pun bisa merasakan hangatnya muncratan sperma Andi di dalam vaginanya. Andi masih terus menyodok terputus-putus dan semakin melemah. Sperma Andi juga Lira rasakan mengalir keluar setiap Andi menyodokkan lagi penisnya. Setelah benar-benar selesai, Andi pun ambruk menindih Lira. Andi terdiam sesaat di atas buah dada idamannya itu merasakan betapa nikmat persetubuhannya dengan Lira.
Lira mengusap lembut kepala Andi penuh kehangatan.
"Puas Ndi...?"
Andi hanya mengangguk. Badannya terasa lemas. Lira tersenyum bahagia mendapatkan jawaban Andi. Paling tidak, tekadnya membuat Andi merasakan kenikmatan tertinggi berhasil ia lakukannya.
"Lir, nikmatnya benar-benar ngga ada yang nyamain..."
"Kamu juga hebat Ndi. Baru kali ini aku ngerasain orgasme...."
Keduanya pun duduk berdampingan di sisi ranjang. Lira merebahkan kepalanya di pundak Andi. Sambil membakar rokok, Andi merangkul Lira. Keduanya hanya bisa terdiam dan sama-sama tidak percaya apa yang baru saja terjadi di antara mereka.
Lira masih tidak percaya ia telah melakukan hubungan seks dengan Andi, pacar Lina, teman satu angkatannya. Meski ia memang sudah kagum pada Andi sejak pertama berkenalan, tapi akhirnya sampai berhubungan intim dengan Andi, adalah sesuatu yang tidak terbayangkan sebelumnya.
Andi, walaupun ia juga tertarik pada Lira diawali oleh ketertarikan fisik, tetap saja apa yang baru saja ia alami benar-benar di luar dugaannya. Apalagi Lira seperti menyambut keinginan terpendam Andi itu yang sebetulnya ia simpan dalam-dalam. Ia kenal Boy dan tahu bagaimana Boy selalu menerima sarannya dalam hal aktifitas di kampus. Ia juga tahu Boy sangat menghormatinya terutama sebagai senior meski beda fakultas.
Dalam diamnya, Lira tidak bisa membayangkan bagaimana marahnya Lina yang terkenal emosional di kampus. Serupa dengan Lira, Andi juga sulit membayangkan apa yang akan terjadi pada Boy jika ia tahu apa yang dilakukannya dengan Lira. Boy memang pendiam dan tenang, tapi Andi tahu Boy adalah orang yang keras.
Andi mengeratkan rangkulannya pada Lira. Lira pun membalasnya diikuti kecupan di bibir. Tapi Andi tak membalasnya yang membuat Lira bingung.
"Kenapa...?"
Andi menggeleng sambil tersenyum dan mengecup kening Lira dan mendekap Lira lebih dalam.
"Yuk ke kampus...," ajak Andi sambil melepas pelukannya.
Lira mengangguk sambil tersenyum. Berpakaian, kedua lantas keluar kamar bersikap biasa. Andi lebih dulu menuju motornya di lantai bawah.
"Bareng aja...," sahut Andi.
"Oke!"
Waktu saat itu menunjukkan pukul 4.15 sore. Keduanya tak sadar telah dua jam bercumbu dan berhubungan intim. Kalau sesuai janji, Andi sebetulnya sudah terlambat. Dan memang benar, saat tiba di kampus FH, anak-anak yang rapat sudah duduk-duduk di koridor kampus.
"Bareng Lira?" Tanya Lina tanpa curiga.
"Iya, tadi ketemu di jalan, ya sekalian aja."
"Tunggu bentar ya, 10 menit lagi."
"Oke, aku tunggu di sini ya."
Di tempatnya duduk, Andi melihat Lira berdiri di samping Boy. Boy masih sibuk membahas beberapa masalah dengan teman-temannya. Lira pun melirik ke arah Andi dan memberikan sebuah senyum yang manis. Keduanya memang harus kembali bersikap normal, tapi di hati kecil mereka, baik Andi dan Lira sama-sama berharap kejadian yang mereka alami terulang lagi?
Diposting oleh HaRy vanhoutten di 15.17 0 komentar
